8 Tasawuf akidah merupakan tasawuf yang menekankan pada masalah-masalah metafisis yang bukan termasuk masalah metafisis adalah A. Malaikat B. Bakteri C. Alam barzah D. Syurga E. Neraka 9. Contoh integrasi nilai-nilai tasawuf ke dalam akhlaq di dunia modern adalah sebeagai berikut, kecuali. A. Shalat dengan khusuk B. Wara' dalam
Oleh Reyhandito ArifinMahasiswa Ilmu Politik UITasawuf memiliki ratusan definisi dan makna yang tidak pernah habis untuk selalu dikaji. Salah satu definisi tasawuf dari seorang sufi bernama Ma’ruf Al-Karkhi yaitu ilmu mencari hakikat dan meninggalkan segala kepalsuan. Sebagian orang berpendapat bahwa tasawuf itu adalah ilmu yang rumit dan sulit dipahami, sehingga ilmu tasawuf tidak akan mampu menarik perhatian kalangan muda. Namun, dalam artikel ini saya akan membahas apakah tasawuf memang tidak cocok dipelajari oleh para milenial atau malah relevan untuk menjawab krisis terhadap pemahaman agama yang cenderung dangkal terutama di kalangan sudut pandang sebagai mahasiswa, saya sering kali berbincang dan berdiskusi sesama teman mengenai berbagai hal yang tidak jarang berujung pada pembicaraan mengenai spiritualitas. Pertanyaan-pertanyaan skeptis mengenai agama dan ketuhanan sering kali dilontarkan dan seringkali terjadi debat kusir. Pertanyaan mengenai apakah Tuhan benar-benar ada? Mengapa harus ada banyak agama? Sampai pertanyaan fundamental. Seperti, apa gunanya kita shalat? Terkadang kita tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Sehingga mereka yang merasa segalanya butuh jawaban logis akan memilih menjadi ateis. Sementara sebagian yang lain cukup meyakini, bahwa agama memang tidak bisa dipertanyakan kebenarannya dan menolak untuk kritis dalam sebagai revolusi spiritual menawarkan kepada kita untuk memandang agama secara mendalam dan openmind. Itulah yang menjadi jawaban atas pemahaman agama kita yang mungkin selama ini hanya berlandaskan pada doktrin semata. Saat timbul pertanyaan mengapa kita harus shalat? Jawaban mainstream-nya adalah agar kita tidak masuk neraka. Jawaban seperti itu seringkali dibantah dengan dugaan bahwa apakah sesederhana itu hubungan antara Sang Pencipta Yang Maha Rahman dan Rahim dengan ciptaan-Nya. Para Sufi atau orang yang mengamalkan tasawuf seringkali mengingatkan untuk tidak terlalu perhitungan dengan Allah. Dalam beribadah para sufi tidak mementingkan berapa pahala yang ia dapatkan, karena dasar mereka beribadah adalah mahabbah cinta kepada kisah tentang seorang sufi perempuan bernama Rabiah al-Adawiyah. Suatu ketika Rabiah al-Adawiyah berlari-lari ke pasar sambil memegang sebilah obor menyala-nyala di tangan kanannya, dan seember air di tangan kirinya. Orang-orang pun keheranan dan bertanya, “Hai Rabiah, apa yang akan kau lakukan?” Rabiah menjawab, “Dengan api ini ingin kubakar surga, dan dengan air ini ingin kupadamkan neraka, supaya orang tidak lagi menyembah Tuhan karena takut akan neraka atau karena mendambakan surga. Aku ingin setelah ini hamba-hamba Tuhan akan menyembah-Nya hanya karena cinta.”Terkadang, karena terlalu melekat doktrin pada diri kita sampai-sampai kita melupakan siapa Tuhan kita, malah menuhankan surga dan neraka! Padahal jika kita berlogika. Bagaimana pun juga surga dan neraka adalah ciptaan Allah. Sering kali kita mengucap innalillahi wa inna ilaihi rajiun yang artinya kita semua milik Allah dan hanya kepada-Nya kita akan kembali. Maka hakikatnya kita semua kembali kepada Allah bukan kembali kepada makhluk termasuk surga dan penjelasan di atas, jangan menyimpulkan bahwa surga dan neraka itu tidak ada. Surga dan neraka itu tetap ada, namun yang harus kita renungkan adalah bagaimana melihat surga dan neraka dalam perspektif esoteris atau yang diajarkan dalam lain yang kerap ditanyakan adalah apakah dengan kita beragama Islam, maka otomatis kita dijamin masuk ke surga dan yang non Islam masuk ke neraka? Pertanyaan semacam ini tidak bisa dijawab dengan sederhana, karena perlu pembahasan yang kesempatan ini, saya hanya ingin khabarkan bahwa makna mengenai agama Islam itu telah bergeser dari substansinya. Agama Islam dewasa ini dianggap hanya sebagai identitas semata dan berujung pada egoisme kelompok. Padahal agama dalam bahasa arab disebut ad-diin. Oleh kaum sufidipahami sebagai jalan hidup, bukan sekedar identitas yang tertulis di KTP terminologi “Islam” dalam bahasa arab bermakna menyerahkan diri secara totalitas, menyelamatkan, memberikan kedamaian dan keselamatan. Maka, dengan pemahaman semacam ini kita tidak akan meributkan soal identitas karena jika kita artikan makna dari “Agama Islam” itu sendiri adalah jalan hidup yang menyelamatkan, baik menyelamatkan diri sendiri, menyelamatkan orang lain dan alam semesta. A Kerangka Berfikir Irfani: Dasar-Dasar Falsafi Maqamat dan Ahwali. Tinjauan analisis terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan (thariqat) menuju Allah. Jalan ini yang dimulai dengan latihan-latihan rohaniah, lalu secara bertahap menempuh berbagai fase, yang
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 5 PERTANYAAN TENTANG TASAWWUF Assalamualaiku… syeikh Izin bertanya… apa makna sesungguhnya dari istilah 1. Awaludin bil marifatullah. 2. Kenallah dirimu dahulu baru kamu akan mngenal tuhanmu yg nyata. 3. Cinta Dunia. Mengapa tidak di katakan cinta bumi…apakah keduanya sama atau beda. 4. Manusia adalah rahasia KU dan AKU adalah rahasianya. Apa yang dimaksud rahasia disini. 5. AKU Allah lebih dekat dengan hamba Ku dari pada urat lehernya sendiri. Mohon pencerahannya syeikh 1. AWALUDDIN MA’RIFATULLAH Awaluddin Ma’rifatullah artinya, awal Agama adalah dengan mengenal Allah. Bermula awal Agama itu ialah dengan mengenal Allah Swt yang sebenar-benarnya, pengenalan dengan bersandarkan pada ilmu yang yaqin. Kalau sampai saat ini kita juga tidak kenal-kenal kepada-Nya, maka bagaimana caranya kita shalat, bagaimana caranya kita berdzikir. Oleh sebab itu, kita mesti kenal dulu baru kita dapat shalat, kita mesti kenal dulu baru kita dapat berdzikir mengingat-Nya. Itu sebabnya mengenal akan Allah Swt itu, hukumnya Fardhu Ain. Syari’at, Thariqah, Hakikat dan Ma’rifat itu fardhu Ain. Fardhu itu artinya wajib, wajib itu artinya rukun, meninggalkan yang wajib/rukun maka hukumnya menjadi tidak sempurna. Tidak sempurna artinya batal, jika batal maka itu artinya perbuatan sia-sia atau tidak membawa manfaat. Lebih jauh dari itu bila hingga sampai saat ini, detik ini kita belum kenal-kenal juga kepada-Nya maka kita belum lagi disebut orang yang beragama. Syekh Ibnu Ataillah ra, berkata dalam kitabnya “Tajul Arus” “Hanya sesungguhnya yang sanggup mendurhakai akan Allah, yang sanggup maksiat kepada Allah, adalah orang-orang yang tidak mengenal akan Allah”. Ketidak kenalan kita kepada Allah Swt dapat menyebabkan seluruh bentuk penghambaan kita Syahadat, Shalat, Puasa, zakat dan Haji kita menjadi tidak sah, batal dan sia-sia saja dalam pandangan-Nya. 2. kenallah dirimu dahulu baru kamu akan mengenal tuhanmu yang nyata. “Kenali dirimu, maka akan mengenal Tuhanmu” merupakan sebuah sabda dari Rasulullah saw. Setiap manusia haruslah mendasari keimanannya dengan ilmu atau sering disebut “Ilmul Yaqqin” yakni keyakinan yang didasarkan oleh ilmu. Sumber ilmu disini adalah Allah Swt dan Sunnah Nabi Saw. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw “Kutinggalkan dua hal bagimu, apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.” Sumber keimanan kedua yang harus dimiliki adalah “Ainul Yaqqin” yakni keimanan atau sumber keimanan yang berasal dari penyaksian atau pengalaman secara pribadi seorang muslim akan kebenaran atau keberadaan Allah Swt.. Ini merupakan sumber keimanan yang harus dimiliki oleh seorang muslim, karena keimanan dalam taraf ini merupakan tingkatan berikutnya dari keimanan yang hanya baru dalam taraf “teori” atau “Ilmul Yaqqin”. Sumber keimanan yang ketiga, yang harus dimiliki oleh seorang muslim adalah “Haqqul Yaqqin”. Sumber keimanan ini merupakan taraf tertinggi dalam keimanan dimana seorang muslim telah membuktikan keberadaan Tuhannya melalui hubungan pribadi antara dirinya dengan Allah Swt. Bukti keimanan dalam taraf ini adalah seorang hamba dapat ber mukallam mukhotobah atau bercakap-cakap dengan Allah Swt. Mereka yang telah berada dalam taraf keimanan ini, benar-benar telah membuktikan bahwa Allah itu benar-benar ada. Kenalilah dirimu, “apakah saat ini kita baru berada dalam taraf “teori” atau ainul yaqqin’ atau bahkan “haqqul yaqqin”…? dengan demikian kita akan harus benar-benar mengenal Allah Swt. 3. Cinta Dunia. Mengapa tidak dikatakan cinta bumi…apakah keduanya sama atau beda syeikh ? Bumi Merupakan planet yang menjadi tempat tinggal makhluk hidup. Bumi berasal dari kata “bhumi” yang berarti tanah dalam bahasa Sansekerta. Bumi Merupakan lapisan terluar bumi. Lapisan ini di dikelompokkan menjadi 2 yaitu Benua dan Samudra. b. Selimut bumi atau mantel bumi di dikelompokkan menjadi 3, yaitu -Lapisan Litosfer merupakan lapisan terluar mantel bumi dengan ketebalan 80 km. -Lapisan Atmosfer merupakan lapisan yang mempunyai ketebalan sekitar 100-400 km -Lapisan Mesosfer merupakan lapisan terbawah yang mempunyai ketebalan 2400-2700 km c. Inti bumi Merupakan lapisan bumi paling dasar. Ketebalan sekitar km, inti terluar km dan suhu mencapai derajad Celsius. Bumi terbagi menjadi 4 bagian, yaitu lapisan Atmosfer, Litosfer, Hidrosfer, dan Biosfer Dunia Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian dunia adalah 1. Bumi segala sesuatu yang terdapat di atasnya, juga tempat kita hidup. 2. Segala sesuatu yang bersifat kebendaan yang tidak kekal. Perbedaannya adalah bumi merupakan planet yang menjadi tempat tinggal makhluk hidup. Bumi berasal dari kata “bhumi” yang berarti tanah dalam bahasa Sansekerta, sementara dunia adalah segala sesuatu yang terdapat di atasnya dan menjadi tempat kita hidup. Ada sebuah dialog antara Manusia dan Tuhan-Nya, mudah-mudahan lebih memberikan pemahaman kepada kita tentang perbedaan antara Bumi dan Dunia Manusia Tuhan, kenapa di sana begitu ramai, dan di sini begitu sepi, di mana aku? Tuhan Apakah kau tidak bisa melihat di mana ini? Manusia Tidak! Tuhan, mataku begitu rapuh untuk melihatnya, aku tidak bisa, apa itu Tuhan? Tuhan Apakah kau lupa dengan segala yang pernah Aku perintahkan? Manusia Tuhan, sepertinya Kau tidak memerintahkan apa-apa Tuhan Wahai manusia! Ada dua cara memahami perintahKu, nikmat atau siksa! Manusia Apakah ini Dunia yang aku tinggali selama ini Tuhan? Tuhan Bukan! Manusia Bumi? Tuhan Bukan juga! Manusia Lalu, aku ada di mana Tuhan? Tuhan Kau sedang ada di alam pikiranmu Manusia Alam pikiran? Tuhan Itulah pesanKu wahai manusia! Manusia Pesan apa Tuhan? Aku tetap saja tidak bisa memahami apa maksudMu Tuhan Alam itu Aku ciptakan untuk memberikan peringatan kepada manusia bahwa ada satu dimensi lagi, dimensi yang hanya ada dengan maksud tertentu. Dalam dimensi itu manusia akan terpontang panting, bingung mencari arah, tujuan dan makna, dalam dimensi itu juga, Aku tidak pernah akan ada, Aku hanya melihat manusia itu berada dalam pikiran yang bingung, sepi, sunyi dan hening, lama-lama mereka akan mati dalam kebingungan, sebab tidak ada satupun yang dapat mereka tanyai. Itulah dimensi pikiran, dan kau sekarang ada di dimensi itu. Manusia Tuhan, apakah kau tidak akan menolong kami? Tuhan Saat di dunia, kemana waktu yang begitu banyak kau habiskan? Saat kakimu masih bisa berjalan, kemana kau langkahkan? Saat masih bisa bernafas kemana kau habiskan hidupmu? Saat matamu terbuka lebar, kemana penglihatanmu? Saat kesehatanmu masih ada, kemana kapalamu bersujud? Saat Aku kirimkan pelajaran hidup di dunia, kenapa kau tertutup? Dunia ini adalah sekolahan besar yang isinya adalah pelajaran, tapi sayangnya kebutaan melanda kalian dalam jangka waktu yang lama. Kalian asyik bermain di dunia dan melupakan “Dunia” yang sesungguhnya. Manusia Bumi? Untuk apa dan siapa dia? Tuhan Bumi adalah tempat asal kalian sebagai manusia! Manusia Dunia? Tuhan Dunia adalah isi dari bumi. Manusia Apa isinya Tuhan? Tuhan Kesenangan, kelalaian, kemunafikan, angkara murka, kebodohan, kesombongan, serakah, bodoh, Tolol dan semua sifat buruk lainnya. Manusia Kenapa Kau ciptakan dunia Tuhan, jika Kau tau isinya seperti itu? Tuhan Sebuah kesepakatan antara Aku, manusia dan isi Manusia Kesepakatan yang bagaimana Tuhan? Tuhan Kesepakatan yang berujung pada pengingkaran Manusia Siapa yang mengingkari Tuhan? Tuhan Manusia! Manusia Di mana letak kesalahan kami? Kami kan tidak minta untuk diciptakan? Tuhan Manusia Aku ciptakan untuk menyembahKu, Aku ciptakan dunia sebagai sebuah pembelajaran bahwa hanya Aku yang pantas kau banggakan, Aku isi semua dunia dengan pikiran dan tindakan, tapi di dalamnya Aku juga ciptakan jalan yang salah, tapi di sana Aku tidak menyuruh manusia untuk mengambil jalan itu, Aku hanya memberikan gambaran bahwa jalan itu salah. Manusia mempunyai nafsu, sehingga mereka lebih mementingkan nafsunya dari pada perkataanKu, itulah manusia! Manusia Kenapa bisa seperti itu Tuhan? Tuhan Karena Aku Tuhan yang tidak pernah salah sedikitpun!, apapun yang manusia lakukan jika itu salah itu artinya murni kesalahan mereka dan bukan Aku, manusia yang bodoh! Manusia Ya! Kami memang bodoh Tuhan, itulah sebabnya kami ingin kembali ke dunia untuk memperbaiki kesalahan! Tuhan Jika sudah meninggal Dunia, maka kalian akan dike-Bumi-kan, jadi sudah tidak ada lagi kesempatan kembali ke dunia lagi, sekarang masuklah ke neraka! Aku akan penuhi janjiKu membakarmu dengan api yang panasnya 70x lebih dahsyat dari api dunia. 4. AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU Manusia itu rahasia-Ku dan Aku-lah rahasianya. Rasulullah Saw bersabda ” Ya Allah…Engkaulah Yang Maha Dhahir sehingga tidak ada sesuatupun yang Lebih Tinggi dari-Mu. Engkaulah Yang Maha Bathin sehingga tidak ada sesuatupun yang Lebih Dekat daripada-Mu. Engkaulah Yang Maha Awal sehingga tidak ada sesuatupun Yang Lebih Dahulu daripada-Mu. Dan Engkaulah Yang Maha Akhir sehingga tidak ada sesuatupun yang Lebih Lama daripada-Mu.” “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Allah berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka cukuplah Allah hanya mengatakan kepadanya “Jadilah”. Lalu jadilah ia” QS. Al Baqarah 117 “Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, Ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” QS. Ath Thalaaq 12 “Allah Pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya berlapis-lapis Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. An Nuur 35 “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak pula di atasnya lagi di awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, dan barangsiapa yang tidak diberi cahaya petunjuk oleh Allah tidaklah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” QS. An Nuur 40 Maksud daripada ungkapan Manusia itu rahasia-Ku dan Aku-lah rahasianya. Adalah Petunjuk dan Hidayah Allah Swt yang merupakan Haq Allah Swt untuk menentukan dibalik rahasia-rahasianya. 5. AKU Allah lebih dekat dengan hamba Ku dari pada urat lehernya sendiri. وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” QS. Qaaf 16-18 Ada yang memahami ayat ini Bahwa kata “kami” pada ayat tersebut adalah Allah, sehingga mereka memahami bahwa posisi Allah itu ada di tubuh manusia dan juga di dekat dengan tubuh manusia. Mereka menyangka bahwa posisi Allah di dekat urat lehernya. Akibat dari kesalahan ini, mereka meyakini “Allah ada di mana-mana” termasuk tubuh manusia, atau keyakinan bahwa Allah menyatu dengan hambanya aqidah manunggaling kaula gusti. Mengenai ayat di atas ada dua penjelasan yang menunjukkan bahwa kata “kami” pada ayat tersebut bukan berarti Allah 1. Tafsir ayat dari para ulama bahwa makna kata “kami” adalah malaikat, bukan berarti Allah. 2. Kata-kata “dekat” bukan berarti otomatis menunjukkan posisi dan letak. Penjelasannya 1. Tafsir ayat dari para ulama bahwa makna kata “kami” adalah malaikat, bukan berarti Allah. Jika kita membaca ayat secara lengkap dan lanjutan ayat, sangat jelas bahwa konteks ayat adalah membicarakan tentang malaikat. وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” QS. Qaaf 16-18 Tentang dua orang malaikat yang mencatat amal dan duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri. Konteks ini menunjukkan bahwa malaikat yang dekat bukan Allah Swt. Makna ”ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” yaitu Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya saat kedua malaikat mencatat amalnya. Artinya bahwa Kami lebih mengetahui tentang keadaannya dan Kami tidak memerlukan malaikat pemberitahu akan tetapi kedua malaikat itu ditugaskan untuk suatu keperluan sebagai penegasan perintah. Al Hasan, Mujahid dan Qatadah mengatakan dua malaikat yang mencatat amalmu, satu berada di sebelah kananmu mencatat amal kebaikanmu sedangkan yang lainnya berada di sebelah kirimu mencatat amal keburukanmu. Sedangkan manusia secara umum mencakup muslim dan kafir. Sedangkan Allah Swt tidak dekat dengan orang kafir. Ibnul Qayyim menjelaskan Pertama Allah dekat ilmunya, oleh karena itu Allah menggandengkan ilmu mengetahui dengan apa yang dibisiki pada hati manusia. Kedua Yang dimaksud dekat adalah malaikat Allah yang bershalawat pada hatinya sehingga lebih dekat dari urat lehernya. 2. Kata-kata “dekat” bukan berarti otomatis menunjukkan posisi dan letak. Jika ada yang mengatakan Allah lebih dekat dengan urat leher berdasarkan ayat ini, tentu tidak tepat, karena bukan berarti “dekat” itu menunjukkan posisi Allah dekat, akan tetapi menunjukkan dekat maknawi yaitu “kedekatan”. Al Quthubi menjelaskan “Ini adalah penggambaran kedekatan, yaitu kami lebih dekat kedekatannya dari pada urat leher, bukan dekatnya jarak.” Tafsir Al-Qurthubi Contohnya hadits yang menunjukkan kedekatan hamba dengan Allah ketika sujud. Bukan berarti Allah dekat posisi dan letaknya ketika hamba sujud. Rasulullah Saw bersabda “Yang kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat pada salah seorang di antara kalian daripada urat leher unta tunggangan kalian.” HR. Muslim Rasulullah Saw bersabda “Tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” HR. Muslim Allah Swt berfirman “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” QS. Al Baqarah 186 Jum’at, 22 Maret 2019 Adha Risyandi

Kehidupanyang berakhlak dan bertasawuf adalah salah satu cara menghadapi problematika di era globalisasi. Tasawuf menurut Sayid Husain Nasr adalah dimensi yang dalam dan merupakan unsur esoteris dari ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits. Karena di dalam al-Qur'an dijumpai beberapa rentetan ayat yang membicarakan pokok ajaran

TANYA JAWAB SINGKAT TENTANG TASAWUF DAN THORIQOH Tanya Tasawuf itu ilmu apa , apa ada rujukannya..? Jawab Pada hadist riwayat muslim , dikisahkan malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah Saw , tentang Iman , Islam dan Ihsan . Dari hadist tsb , ulama mengelompokan ilmu untuk mempelajari iman , islam dan ihsan . Untuk iman , adalah ilmu tauhid . Untuk islam , adalah imu fiqih . Untuk ihsan , adalah ilmu tasawuf . Tanya Jadi tasawuf adalah ilmu untuk mempelajari tentang ihsan ? Jawab Benar . Tanya Bagaimana bila saya belum mempelajari tasawuf . Jawab Tidak apa apa . Namun , apabila ingin mempelajari risalah Rasulullah Saw dengan lebih lengkap , sebaiknya mempelajari ke tiga ilmu tersebut . Tanya Ihsan itu apa ? Jawab ihsan adalah engkau beribadah , seakan akan engkau melihat Allah dan bila belum bisa , maka engkau meyakini bahwa Allah selalu melihat mu . Atau badan kontak dengan mahluk , qolbu tembus kepada Allah . Tanya Mengapa ihsan jarang dibahas..? Jawab Karena itu memerlukan ilmu tersendiri yg melibatkan hal hal yg lembut . Juga secara umum kita lebih senang dan lebih mudah tentunya mempelajari/membahas hal hal yg tampak jelas dibahas dalam ilmu fiqih. Tanya Maksudnya hal yang lembut...? Jawab Ilmu Tauhid membahas tentang Iman yg berada di dalam dada . Ilmu Fiqih , membahas tentang Islam, yg lebih "bersifat keluar", lebih mudah terlihat. Misalkan ilmu syariah, muamalah dll. Ilmu Tasawuf , membahas tentang Ihsan , yg lebih "bersifat kedalam" , hal yg lembut / tidak mudah terlihat. Tanya Apa bisa disebut tasawuf adalah ilmu spritual dalam ajaran agama islam ? Jawab Bisa dibilang demikian . Dan tetap berpatokan pada konsep ihsan tersebut serta dalam kerangka iman dan islam Tanya Apakah thoriqoh itu..? Jawab Ada beberapa pengertian tentang thoriqoh . Secara bahasa, bisa berarti 'jalan' . Tanya Jalan apa..? Jawab Sesuai konsep ihsan , yaitu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah . Jalan atau cara agar bisa selalu merasa di lihat Allah . Tanya Hubungan thoriqoh dengan ilmu tasawuf ? Jawab Dari pengertian thoriqoh sebagai "jalan" , maka berarti thoriqoh adalah salah satu yang dipelajari dalam ilmu tasawuf . Tanya Apalagi pengertian thoriqoh ? Jawab Bisa dimisalkan sebagai suatu organisasi /perguruan. Dimana sekelompok orang bersama sama mempelajari ilmu tasawuf dibawah bimbingan seorang Mursyid . Tanya Bisa lebih di jelaskan ? Jawab Contohnya antara Perguruan Silat PS dan Thoriqoh TQ PS Sekumpulan orang belajar silat TQ Sekumpulan orang belajar tasawuf PS Yang dipelajari , jurus TQ Yang dipelajari , dzikir PS Pemegang otoritas ke ilmuan , guru besar TQ Pemegang otoritas ke ilmuan , Mursyid PS Beragam nama perguruan silat , misalkan merpati putih , tapak suci , pagar nusa , perisai diri , setia hati , dll . TQ Beragam nama thoriqoh , misalkan Qodiriyah , Naqsyahbandiyah , Alawiyah , Tijaniyah , Qodiriyah Naqsyahbandiyah , Syadziliyah , dll . Tanya Mengapa Dzkir perlu dipelajari ? Jawab Supaya bisa ihsan . Tanya Pernah baca , kalau dalam ilmu silat , semakin tinggi ilmunya , jurusnya akan keluar secara otomatis , tanpa terasa . Jawab Benar , kalau makin dalam ilmu tasawufnya , dzikirnya bisa tidak dirasa , berjalan otomatis , insha Allah . Tanya Latihannya bagaimana itu..? Jawab Sebagaimana jurus silat yang harus rajin dilatih , sesuai dengan tatacara PS tertentu , dzikir juga harus rajin dilatih , sesuai tatacara TQ tertentu . Tanya Jadi dzikir dan tata cara latihannya bisa berbeda antara TQ ? Jawab Yak , betul sekali...! Tanya Baik , terima kasih info singkatnya . Jawab Sama sama.. - Dalam dunia tsawauf seringkali dikenal istilah thoriqoh, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai keridho'an Allah SWT. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan Aturuk biadadi anfasill makhluk, Yang artinya jalan menuju Allah SWT itu sebanyak hitungan nafas makhluk, aneka ragam dan bermacam-macam. Kendati demikian orang yang hendak menempuh jalan tersebut haruslah berhati-hati, karena dinyatakan pula "faminha mardudah waminha maqbulah" Yang artinya dari sekian banyak jalan, ada yang sah dan adapula yang tidak sah, ada yang diterima adapula yang tidak diterima. Yang dalam istilah ahli thoriqoh disebut mu'tabaroh wa ghoiru mu'tabaroh. Awalnya thoriqoh dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril AS. Jadi semua thoriqoh yang mu'tabaroh itu sanadnya silsilahnya muttashil bersambung sampai kepada nabi Muhammad SAW. Kalau suatu thoriqoh sanadnya tidak sampai hingga ke Nabi Muhammad SAW, maka thoriqoh tersebut tidak sah ghoiru mu'tabaroh. Barometer lain untuk menentukan ke-mu'tabaroh-an suatu thoriqoh adalah pelaksanaan syari'at. Dalam semua thoriqoh syari'at dilaksanakan secara benar dan ketat. Thoriqoh adalah jalan atau cara atau metode. Semua ibadah ada cara atau metodenya sholat, puasa, zakat, haji semuanya ada metodenya dan cara-cara itu dinamakan Thoriqoh. Sumber Pengajian Minhajul 'abidin, 10 R. AKhir 1422 H DASAR THORIQOH “Dan jika manusia tetap pada suatu Thoriqoh, pasti mereka akan mendapatkan air yang menyegarkan”. Qs Al Jin 16 Ajaran Thoriqoh itu dititikberakan kepada ajaran Dzikrullah. Masalah Dzikrullah telah di contohkan atau diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW. Tersebut di dalam al-Qur’an “Sungguh ada bagi kamu di dalam diri Rosul itu contoh yang bagus, bagi siapa saja yang ingin bertemu Allah dan hari akhir, maka Dzikirlah kepada Allah yang sebanyak-banyak- nya”. Qs Al-Ahzab 21 Ajaran Thoriqoh / Dzikrullah ini adalah ajaran yang bersifat khusus, artinya tidak akan diberikan / diajarkan kepada siapa saja, selama orang itu tidak memintanya. Oleh sebab itu untuk menerima ajaran Thoriqoh / Dzikrullah ini harus melalui Bai’at, Tersebut di dalam al-Qur’an “Sesungguhnya orang-orang yang BAIAT kepadamu Muhammad, sesungguhnya mereka BAIAT kepada Allah” Qs Al Fath 10 PENDIRI JATMAN Pendiri JATMAN Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah ada 5 orang. Dua diantaranya adalah KH. Masykur dan KH. Idham Chalid. Tiga lainnya adalah KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Bisri Syansuri dan KH. Muslih Mranggen. Al-Quthb Syaikh Muhammad Amin Kutbi berpesan kepada Muassis dan Mudir Aam Jatman KH. Idham Chalid, “Idham, thariqah di Indonesia akan maju dan berkembang bila nanti dipimpin oleh seorang Habib yang bernama Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim Bin Yahya.” Maka sepulangnya dari Mekkah, KH. Idham bertemu dengan Habib Luthfi Bin Yahya dan bersalaman dengan durasi yang lama tanpa berkata-kata, tapi Habib Luthfi bersuara berulang-ulang, “InshaAllah, Pak Kiai, saya laksanakan.” Hal ini membuat hadirin yang melihat pemandangan itu terheran-heran. Selidik punya selidik ternyata keduanya berkomunikasi bathin. Kiai Idham bilang, “Habib, nanti kamu yang melanjutkan thariqah.” Habib Luthfi Bin Yahya pun menjawab, “InshaAllah, Pak Kiai, saya laksanakan.” Saat Muktamar Thariqah, KH. Idham berucap kepada ulama yang hadir bahwa dirinya dalam JATMAN diibaratkan seperti orang yang membangun rumah sakit, namun dokter spesialisnya adalah Habib Luthfi Bin Yahya. SALAM

Danmereka menekan inilah Tarikat. Apa Abu Hurairah maksudkan ialah ilmu Tasawuf (Ketuhanan) bukan Tarikat kerana pada masa itu Tarikat belum timbul lagi. Tetapi Tasawuf udah ada dalam zaman Nabi-nabi sebelum Rasulullah saw kerana itu dinamakan jalan ini Tasawuf Jalan Nabi-nabi. 4.

I. KEDUDUKAN TASAWUF DALAM ISLAM “Apakah Tasawuf itu dari Islam atau dari luar Islam?” pertanyaan ini kerap mengganggu para penuntut ilmu-ilmu Islam yang lemah dan kurang berhubungan dengan Turats Islam, diharapkan dari tulisan ini rasa ingin tahu itu telah mendapat jawaban. Tasawuf datang dari dalam ajaran Islam, dan posisi Tasawuf adalah sebagai berikut 1. Bagian Dari Risalah Islam a. Definisi Risalah dan Rasul Risalah menurut bahasa adalah sesuatu yang di berikan, perintah atau pesan yang terdiri dari beberapa masalah yang sejenis. dan Rasul menurut bahasa adalah orang yang diperintah untuk menyampaikan risalah dengan tunduk lagi patuh. Risalah menurut istilah adalah kekhususan yang di berikan kepada seorang hamba dapat mendengar wahyu Allah berupa hukum taklifi dan diperintah untuk menyampaikannya. Rasul adalah seorang manusia yang diutus Allah Swt untuk menyampaikan hukum-hukum- Nya. Imam al-Kalabi dan al-Farra mengatakan setiap Rasul adalah seorang Nabi dan tidak sebaliknya. Rasul adalah seorang manusia pilihan Allah Swt yang akan menjadi saksi diantara Dia dan hamba-Nya, menyampaikan kabar gembira berupa pahala kepada orang-orang yang beriman diantara mereka sebagai imbalan atas keimanan, keta’atan dan prilaku baik, mereka juga memberikan peringatan kepada orang-orang kafir dan berpaling dari kebenaran bahwa mereka akan mendapatkan siksa atas kekafiran dan keberpalingannya itu. Kewajiban seorang Rasul adalah menyampaikan perintah Allah Swt dan mengajak manusia kepada ajaran yang diwahyukan kepadanya. b. Tugas-Tugas Rasulullah saw. Pengemban Risalah Jika kita renungkan isi kandungan Al-qur’an, akan kita ketahui bahwa tugas-tugas Rasulullah saw banyak sekali, seperti menerima wahyu, ilmu dan agama dari Allah swt dengan tata cara tertentu; membacakan wahyu, menyampaikan seluruh perintah Allah swt, memperluas makna Al-qur,an sekaligus menjelaskannya kepada manusia. Allah Swt berfirman “ Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar engkau menerangankan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya meraka memikirkan.” QS. An-Nahl 44 serta mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, memimpin umat dan mentarbiyah para pengikutnya dengan pendidikan yang luhur setara dengan tarap keimanan mereka kepada Allah swt. Jika kita klasfikasikan tugas-tuga Rasulullah saw ini berdiri di atas tiga unsur dasar sekaligus dan tidak terpisah-pisah. Firman Allah swt “Sebagaimana telah kami utus kepada kalian seorang Rasul dari kalian yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu dan mensucikanmu dan mengajarkan kitab0kitab dan hikmah serta mengajarkanmu apa-apa yang belum kalian ketahui”. Tiga unsur pokok itu adalah sebagai berikut 1. Tabligul ahkam. Menyampaikan hukum-hukum agama kepada manusia, yaitu perintah dan larangan serta halal dan haram dalam urusan ibadah dan muamalat. Di mana unsur ini pasca pristiwa fitnah di masa Khalifah terakhir Khulafa ar-Rasyidin diperankan dalam berbagai ijtihad para ulama Islam yang disebut faqih atau fuqaha. 2. Tanfidzul Hukm. Pelaksanaan kekuasaan kepemerintahan , memimpin dan mengatur umat dalam urusan agama dan kehidupan dunia. Maka Rasulullah saw bagi kaumnya adalah seorang pimpinan, penguasa dan yang mengatur siyasah agama dan duniawi serta yang membimbing manusia agar mereka mengenal karakter kehidupan dunia yang mereka lalui. Misi tugas ini setelah masa fitnah tadi diperankan oleh para khalifah daulah Islam sepanjang masa. 3. Tazkiyatunnufus. Mensucikan serta mendidik jiwa umat. Kata zakah atau tazkiyah dalam kamus kontemporer disebut tarbiyah, karena tazkiyah adalah mendidik jiwa, mengendalikan syahwat dan membuat dominasi akal terhadap hawa nafsu serta menciptakan manusia-manusia yang mampu untuk menselaraskan karakter pribadinya sesuai dengan kehendak Allah swt. Ini merupakan realisasi makna firman Allah Swt “dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya , maka Allah Swt mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya, sesunggunya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” QS. Asy-Syams 7-9 Zakkaha bermakna mendidik sehingga nafsu itu menjadi terdidik dan terkontrol lagi terkendali. Sesungguhnya manusia apabila membiarkan dan melepaskan nafsunya berbuat sesuai dengan keinginan serta kehendak sendiri maka nafsunya itu sedang menggiring menuju malapetaka. Seseorang yang telah membiarkan nafsunya melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya sndiri tanpa kontrol dia tidak akan mampu melakukan kebaikan untuk dirinya apalagi kepada orang lain. Iman al-Bushairi mengatakan “Nafsu itu seperti anak kecil yang menyusu pada ibunya jika engkau biarkan dia akan tumbuh dewasa seperti itu namun jika engkau menyapihnya dia akan berhenti menyusu.” Unsur pokok ketiga ini –tazkiyyatunufus- pada pasca fitnah di tubuh umat Islam dinamakan tasawuf dan hal ini terealisasi melalui ijtihad para sufi ahli sunnah wal jama’ah. Dengan demikian tasawuf merupakan bagian dari Misi Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai utusan Allah Swt. Tiga unsur pokok Risalah Islamiyah ini terus berlangsung hingga masa Khulafa ar_rasyidin dan dipikulkan ke pundak para khalifahnya. Setiap khalifah bertanggung jawab menjalankan tugas misi tersebut Tablig, Tazkiyah dan Tanfidz atau dalam bahasa kontemporernya Ta,lim, tarbiyah dan Siyasah. Sehingga muncul masa fitnah di akhir khilafah Ali dan permulaan Daulah Dinasti Umawiyah. Bersamaan terpecahnya umat Islam bertolak dari urusan pilitik terus merembet ke sektor kehidupan lainnya, maka mulai terpisah-pisahlah bulatan 3 misi pokok tersebut, sehingga bersama berjalannya roda kehidupan Daulah umat Islam, tiga 3 pokok misi Nubuwah itu terpisah kepada tiga komponen Ulama Fikih Fuqaha, Ulama Tasawuf Sufi dan Amirul Mukminin Khalifah. Tidak lagi setiap khalifah dalam Daulah Islam Dinansti Umawiyah –kecuali Khalifah Umar bin Abdul Aziz- menjadi pemegang 3 otoritas misi Nubuwah tersebut. Para Khalifah tersebut hanya mewarisakan dan mengendalikan urusan kekuasaan, politik dan hukum Negara berdasarkan Al-qur’an dan hadis. Adapun 2 misi Nubuwah lainnya diwariskan dan dikembangkan oleh Ulama Islam, terdiri dari Fuqaha yang mewariskan Tablighul Ahkam, yaitu pengembangan hukum-hukum Islam yang menyangkut tentang Ibadah dan seputar mua,malah, yang kemudian dikenal dengan ilmu-ilmu Fikih; dan Ulama Tasawuf yang mewariskan Misi Tazkiyatunnufus, yaitu mengontrol spiritual dan akhlak umat, yang pada pertengahan abad ke II dikenal dengan sebuatan Sufi dengan karya-karyanya yang dituang dalam buku Tasawuf. Dan kondisi ini terus berlangsung hingga runtuhnya Daulah Islam secara total pada tahun 1924 dan hingga sekarang. 2. Salah Satu Rukun Agama Tasawuf adalah salah satu rukun agama Islam. Ide ini diilhami oleh sebuah Hadis panjang yang diriwayatkan Umar bin Khathab beliau berkata “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw pada suatu hari, datang kepada kami seorang yang sangat putih bajunya, sangat hitam rambutnya, bekas jalannya tidak terlihat, dan tidak seorang pun mengenal diantara kami sampai dia duduk di hadapan Rasulullah Saw, menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Rasulullah Saw, meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya, kemudian dia bertanya Ya Rasulullah Saw beritahu aku tentang Islam? Rasulullah Saw menjawab Islam adalah bahwa engkau bersaksi tiada Tuhan selain Allah Swt dan Muhammad Saw utusan Allah Swt, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu. Dia berkata engkau benar. Sayyidina Umar berkata kami terkejut kepadanya dia yang bertanya dia juga yang membenarkan. Kemudian bertanya lagi, beritahu aku tentang iman? Rasulullah menjawab engkau beriman kepada Allah Swt, kepada para malaikat, kitab-kitab, Rasul-Rasul- Nya, hari akhir dan engkau beriman kepada ketentuan baik dan buruk-Nya. Dia berkata engkau benar. Dia bertanya lagi tentang Ihsan? Rasulullah Saw menjawab engkau menyembah Allah Swt seakan-akan engkau melihat Dia dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. Selanjutnya dia bertanya tentang hari kiamat? Rasulullah Saw menjawab Tidaklah yang di tanya tentang hal itu lebih tahu dari yang bertanya, Dia berkata beritahu aku tentang tanda-tandanya? Rasulullah Saw menjawab Apabila seorang hamba sahaya melahirkan anak tuannya, dan apabila orang yang bertelanjang kaki rakyat jelata lagi fakir miskin mereka berlomba bermegah-megahan dalam bangunan. Kemudian dia pergi dan saya berdiam lama. Rasulullah Saw bertanya; Wahai Umar engkau tahu siapa yang bertanya? Aku jawab Allah Swt dan Rasul-Nya lebih tahu, Rasulullah bertkata Ini Jibril datang untuk mengajarkan Agama kepada engkau”.HR Bukhari Dari Hadis ini jelas sekali bahwa agama yang di sisi Allah itu Islam, agama yang di bawa oleh Jibril untuk dijelaskan, adalah Islam jika dilihat kepada perilaku lahiriyah dan aktifitas nyata, Iman jika dilihat kepada Keyaqinan dan aqidah yang membangkitkan aktifitas, dan Ihsan jika dilihat kepada Cara penunaiannya yang sempurna serta pemenuhan tujuan ketika disertai oleh Iman dan amal saleh. Iman jika betul pastinya akan memproduk amal, amal jika betul juga bertolak dari iman, sedang Ihsan jika betul maka dimunculkan dari iman yang dalam dan amal yang sempurna tadi. Dalam Alqur’an puluhan ayat yang mendiskrifsikan agama ini dan menjelaskan tuntunannya dengan menyebutkan berkali-kali kata-kata Islam, Iman dan Ihsan; agar kesatuan kata tersebut menjadi mercusuar yang menyinari jalan dan menggiringnya kepada tujuan. Kalau begitu, 3 kata berbeda Islam, Iman dan Ihsan itu menyimbulkan satu hakekat. Ketika kita lihat dari beberapa sudut, maka masing-masing akan memberikan kriteria khusus, disamping bahwa semua sifat-sifat tersebut saling menjalin dan menjelaskan dalam membatasi satu hakikat. Oleh karena itu Hadis tersebut diakhiri dengan ungkapan “Dia adalah Jibril datang untuk mengajarkan AGAMA kalian”, yaitu bahwa agama yang dibawa dan diajarkan Jibril adalah Islam. Allah swt berfirman “Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada gaib, mendirikan salat dan menafkahkan sebagaian yang telah KAMI rezekikann kepadanya”. QS. 23, Simbol-simbol ini merupakan unsur terpenting dalam Islam. Firman-NYA “Katakanlah Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan ikhlas karenaNYA dalam menjalankan agama, dan aku diperintah agar menjadi orang muslim yang pertama”. QS. 3911-12. Dalam ayat lain “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan.. “. QS. 4125. Di dalam ayat-ayat di atas terdapat secara sinonim ungkapan Islam, Ihsan berdiri di atas bahwa iman yang bersemayam di dalam qalbu adalah suatu eksisitansi yang pasti, jika tidak, maka tidak dapat dibayangkan bahwa di sana terdapat Islam dan Ihsan. Jika ayat tersebut membahas sisi lahiriyah Islam dari inti agama, maka ayat berikut ini membahas dan mendeskrifsikan hakekat serta orisinal akar nya. Allah swt berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka..”. QS. 82 “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan kepada orang-orang muhajirin, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki nikmat yang mulia”. QS. 8 74 Dari sini kita dapat melihat bahwa kaitan-kaitan Iman itu banyak, tidak boleh satu dengan lainnya terpisah-pisah, sebagaimana bahwa pengaruh iman secara praktis amal –yaitu inti keIslaman- tidak mungkin terlepas satu sama lain dari karakter keyakinan. 3. Hakikat Dalam Syariah dan Thariqah Dalam Hadis Umar lalu, terdapat pembagian agama kedalam 3 rukun atau tahapan, ini difahami dari sabda Nabi saw “Dia adalah Jibril datang kepada kalian untuk mengajarkan AGAMA kalian”. A. Rukun Islam, yaitu sisi amali praktis, serupa Ibadah, mua’malat dan perkara ibadah lainnya, tempat dan perangkatnya adalah anggota tubuh lahiriyah. Ulama telah memberikan istilah Syari’ah, dan yang mempunyai spesialisasi melakukan studi ini adalah para pembesar ahli fikih. B. Rukun Iman. sisi I’tiqad qalbu Keyakinan hati, serupa iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari akhir dan Qadla-Qadar. Ulama telah memberikan istilah Thariqah, Dan yang melakukan spesialisasi studi bidang ini adalah para pembesar ulama Tauhid. Kata Islam dan Iman meskipun saling bertalian kuat, namun antara keduanya ada umum dan khusus, setiap seorang mukmin adalah muslim, namun tidak setiap muslim itu mukmin. Dalilnya firman Allah swt “Orang-orang Arab Badui itu berkata “kami telah beriman”, Katakanlah kepada mereka”kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk Islam, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu…”. QS. 4914. C. Rukun Ihsan. Sisi ruh dalam hati spiritual; adalah musyahadah engkau menyembah Allah seolah engkau melihat-NYA , muraqabah jika engkau tidak merasa melihat-NYA maka DIA melihatmu, kondisi spiritual ahwal serta konsekwensinya serupa, dzauq wijdani taste of conscientious , maqamat Irfaniah akhlak mulia dan ilmu-ilmu wahbiyah hikmah. Para ulama menamakan Hakekat, dan yang bekompeten terhadap studi bidang ini adalah para pembesar ulama sufi. Untuk menjelaskan hubungan antara syari’ah dan hakikah, kita dapat membuat contoh konkrit, seperti ibadah solat; melakukan gerakan solat, serta aktifitas lahiriyah lainnya yang dituturkan oleh ulama fikih, merupakan peranan sisi syari’ah, adalah merupakan jasad solat. Sedang kehadiran dan kekhusyu’an hati kepada Allah dalam mendirikan solat adalah peranan sisi hakikat, adalah ruhnya solat. Jadi aktifitas gerakan fisik dalam solat adalah jasad solat, dan khusyu adalah ruhnya. Apakah faedah jasad jika tanpa ruh, sebagaimana ruh perlu kepada jasad sebagai tempatnya, demikian jasadpun memerlukan ruh sebagai motornya, oleh karena itu Allah swt berfirman “Dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat”. QS. 244. Mendirikan di sini hanya dapat dilakukan dengan adanya jasad dan ruh. Demikian, para sufi itu mengarahkan dan membina umat Islam agar menjadi mukmin sempurna yang menghimpun antara syari’ah dan hakikah, sebagaimana yang mereka ikuti jejak Rasulullah saw dan para sahabatnya. Untuk mencapai makam yang luhur dan iman yang sempurna ini harus menempuh jalannya thariqah, apakah thariqah yang harus ditempuh oleh seorang salik tersebut..? yaitu Mujahadatun nafs, meninggalkan sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat sempurna dan meningkatkan kesempurnaan akhlak maqamat, inilah jembatan penghubung syari’ah kepada hakikah. Imam Al-Jurjani berkata Thariqah adalah perjalanan khusus para salik penempuh mujahadatunnafs menuju ma’rifatullah menuju Allah swt dengan menempuh dan meningkatkan berbagai tingkatan spiritual dan maqamat moral. Maka Syari’ah adalah asas, Thariqah adalah sarana, dan Hakikat adalah buah hasilnya. Ketiga komponen ini sebuah integritas yang sempurna, tidak kontradiksi dan bertabrakan, barangsiapa berpegang kepada yang pertama dan menempuh jalan kedua, maka ia telah sampai kepada yang ketiga. Para tokoh Sufi dalam sebuah Kaidah mereka berkata Setiap hakekat yang bertolak belakang menyalahi syari’ah maka ia zindiq. Bagaimana mungkin hakekat menyalahi syari’ah sedang ia konsekwensi dari aplikasi syari’ah, atau dengan kata lain hakikat adalah batinnya syari’ah dan syari’ah adalah lahirnya hakekat. Para Salafus Soleh, ulama Sufi yang sodik dengan sebenar-benarnya ubudiyah dan Islam yang sahih telah betul-betul dapat merealisasikan semua itu, karena mereka telah menghimpun antara Syari’ah, Thariqah dan Hakekat. Dengan begitu mereka dapat menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Agama jika kering dari hakikatnya akan kering akarnya, layu batangnya dan rusak buahnya. Syekh Ahmad Zarruq berkata dalam salah satu Qaidahnya Mengembalikan sesuatu kepada asalnya dan membangun karakteristik dalilnya itu dapat menolak perkataan orang yang menginkari hakekat sesuatu tersebut. Asas Tasawuf adalah maqam Ihsan sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Rasullah saw “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-NYA, Kemudian jika engkau tidak dapat melihat-NYA, maka DIA melihatmu”, karena seluruh makna sidqut tawajuh terpulang kepada asas ini, serta sebagai porosnya, sebab kata sidqut tawajuh’ melambangkan makna penuntutan muraqabah yang lazim, maka anjuran kepada kandungan sidqut tawajuh adalah inti Ihsan itu sendiri, sebagaimana fikih berkisar pada maqam Islam, dan Ushul agama tauhid pada maqam Iman. Jadi Tasawuf adalah merupakan bagian agama yang diajarkan oleh Jibril kepada para sahabat Nabi saw. II. DEFINISI TASAWUF A. ETIMOLOGI Derivasi kata Tasauf. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tasawuf itu asli bahasa arab dan musytaq. Namun mereka berbeda pendapat dalam asal-usul isytiqoqnya, secara terperinci sebgai berikut 1. Sufanah. artinya tanaman rumput yang menggumpal dan tampak bulu seperti wol. Sedangkan kata Sufani yang dinisbatkan pada sufi bukan bentuk qiyasnya. Kata sufanah adalah sejenis bunga atau tumbuhan ruana yang hidup di padang pasir. Ungkapan ini menunjukkan bahwa sufanah adalah tanaman langka padang pasir yang berbulu halus seperti wol. Pemilik pendapat ini menjastifikasikan sisi pandang mereka bahwa kaum sufi adalah orang yang merasa cukup dengan sedikitnya perhiasan dunia. 2. Suufah. gelar seorang lelaki di jaman jahiliyah, bernama Al-Ghaust bin murra bin Ad bin Tobihah bin ilyas bin Mudlor. Ibunya bernazar jika mempunyai anak akan dikhidmatkan sebagai penunggu Ka’bah, kemudian anak tersebut diletihkan oleh panasnya tempat itu, lalu ketika ibunya melihat Al-Gaust dalam keadaan seperti itu ia berkata Anakku telah menjadi seorang sufah ahli ibadah. Kemudian kata itu tersebar dari mulut ke mulut, akhrinya dijulukkan kepada Al-Gaust dan anak-anak setelahnya. 3. Suufatul Qofa. Rambut yang tumbuh atau mengumpul di belakang kepala. Menggambarkan karakter sufi yang lemah lembut, suka membantu/ringan tangan, dan rendah hati laksana bumi yang diinjak oleh orang yang baik dan buruk, dan bagaikan matahari yang terbit untuk semua yang baik dan buruk. Atau menggambarkan ke lenturan mereka menuju Allah Swt. 4. Shafful Awwal. Hal itu karena mereka berada pada baris terdepan di sisi Allah Swt dengan ketinggian semangat mereka, kepasrahan hati dan lubuk hati mereka kepada Allah Swt. 5. as-Sifah. Karena mengandung makna segala kebaikan, dan terhindar sifat-sifat tercela. 6. Shafaa bersih. Hal itu karena kejernihan lubuk hati seorang sufi, dan kebersihannya. 7. Ahlu Shuffah. Ahlu suffah merupakan pendahulu kaum sufi. Generasi pertama dari tokoh-tokoh sufi, mereka adalah para shahabat yang fakir, mereka tinggal di masjid Rasulullah saw. mereka sejumlah empat ratus lelaki yang tidak memiliki tempat tinggal dan famili, kehidupan mereka hanya semata-mata beribadah saja kepada Allah Swt seperti halnya yang diinginkan para tokoh Tasawuf rijaulttasawuf pada masa-masa keIslaman berikutnya. 8. Shuuf. Adalah pakaian wol yang kasar, karena kaum sufi dahulunya lebih senang mengenakkan pakaian ini untuk menunjukkan hidup sederhana dan tidak mewah. Pendapat ini adalah mayoritas pendapat para peneliti seperti Kalabazi, Ibnu Taimiyah, Sahrowardi, dan Ibnu Khaldun. Karena shuuf adalah pakaian para Nabi, simbol orang-orang salih, para wali, dan orang zuhud, mereka mengutamakan kesederhanaan, rendah hati, dan menghadap kepada Allah. B. TERMINOLOGI Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa definisi Tasawuf banyak sekali, jika kita amati secara seksama definisi tersebut terbagi kepada tiga bagian 1. Ta’rif Parsial Adalah definisi yang melambangkan salah satu sisi dari kondisi orang-orang Sufi, dan ini banyak sekali, sejumlah kondisi yang terjadi pada setiap sufi, karena setiap seorang dari mereka memberika definisi Tasawuf adalah ungkapan dari apresiasi jiwanya dzauq, wajad dan hal. Kunci perbedaan istilah parsial ini terpulang kepada tingkatan pritual tokoh-tokoh tersebut dalam tangga-tangga suluk mereka; setiap seorang dari mereka menterjemahkan apa yang dirasakannya dalam tingkatan akhlaknya, dan sama sekali tidak akan kontradiksi kepada keadaan tokoh lain, karena hakikatnya satu, yaitu umpama sebuah taman yang lengkap terdapat berbagai keindahan, setiap seorang salik berdiri di bawah pohon di didalam taman tersebut kemudian masing-masing melukiskan keindahannya, maka tidak ada yang mengatakan bahwa di dalam taman itu hanya ada satu pohon. Sehingga Imam as-Sahrawardi menuturkan bahwa Tasawuf ini memiliki lebih dari seribu definisi, bahkan Syekh Zarruq menyebutkan lebih dari duaribu. oleh karena berbeda-bedalah ungkapan tersebut, ada yang mengenalnya bahwa Tasawuf adalah Zuhud, Akhlaq serta Mujahadah dan lain-lain. Realitanya semua itu adalah satu definisi yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Definisi-definisi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut karakteristik dominannya, sebagai berikut Terpokus pada Sisi Prakstis amal, Yang memperhatikan mujahadatun nafs dan melawan hawa nasfu syahwat. demikian itu seperti zikir, muroqobah, muhasabah dan zuhud dari dunia. Diantara contoh definis ini A. Tasawuf adalah meringankan isi perut dari beratnya makanan, serta berlindung diri kepada Allah dan meninggalkan manusia. B. Tasawuf adalah mengontrol panca indra serta memelihara nafasmu waktu. C. Imam Syazili berkata Tasawuf adalah Training jiwa untuk beribadah, dan mengembalikannya kepada undang-undang Ketuhanan Rububiyah. D. Tasawuf adalah Seorang hamba yang setiap saat menyibukkan diri dengan sesuatu lebih prioritas. Sisi Moral akhlak. Aspek ini adalah salah satu rukun tasawuf terpenting. cotoh definisi ini A. Imam Junaidy – 297 berkata Tasawuf adalah berhias dengan seluruh keluhuran akhlak dan meninggalkan semua akhlak rendah. B. Tasawuf semuanya akhlak, barangsiapa yang bertambah akhlaknya maka bertambah pula ketasawufannya. C. Imam Harawi Al-Anshari berkata Para pakar Tasawuf telah sepakat, bahwa tasawuf itu adalah akhlak. Sisi Irfani makrifat Yaitu pengetahuan yang bersumber dari ilham dan apresiasi kebersihan jiwa Makrifat ilhamiyah Zauqiyah yang menjadi tumpuan kebanggaan kaum sufi. Salah satu definisi tersebut sebagaimana yang dikatan Imam Junaidy Al-Bagdadi, Tasawuf adalah bahwa Allah mematikan nafsumu dan menghidupkanmu dengan kekuatannya -NYA. Imam Al-Afifi berkata Tasawuf adalah “tidak ada” menghilangkan sifat basyari’ah dan “ada” menyaksikan keesaan wujud Allah, yakni merasa tidak memiliki wujud, kemudian wujudnya karena adanya wujud Allah. Al-Athar berkata Tasawuf adalah buah amal dan hal, bukan hasil dari hapalan dan perkataan; Ia adalah dari persaksian hati bukan penjelasaan lisan; dari asraar dalam lubuk hati bukan pengulangan pengulangan fisik; dan dari ilmu ladunni pemberian Allah, dan bukan kasbi usaha manusia. 2. Definisi Semi Komprehensif Yaitu definisi yang tidak mencapai cakupan komprehensif. diantaranya definisi Imam al-Sahrawardi Tasawuf pertamanya ilmu, kedua amal dan akhirnya mawhibah pemberian dari Allah SWT. 3. Definisi Komprehensif Definisi pilihan yang komprehensif dan global, yaitu menurut Imam al-Kattani bahwa Tasawauf adalah “Kebersihan as-Shafaa dan Musyahadah”. Kata as-shafa mencakuf dampak dari rangkaian upaya pembersihan diri adalah sebuah pemberian dari Allah, meliputi sisi keluhuran moral dan menyangkut ibadah, zuhud, mujahadah, ikhlas, ridla dan tawakal. Adapun musyahadah, mencakup seluruh kondisi ruhiyah serta seluruh dampak yang menjadi keistimewaan orang-orang Sufi dengan kema’rifatan dan kecerdasan spiritual mereka. III. SEJARAH TASAWUF DALAM ISLAM Tasawuf di kalangan umat Islam dampak dari sejumlah faktor dan pengaruh interen dan ekstren. Semua faktor ini terus bereaksi dan saling menyempurnakan hingga membuahkan sebuah teori ilmu Keislaman yang sangat istimewa dari ilmu lainnya, seperti ilmu fikih, kalam, Hadits dan lain sebagainya. Begitu pula bila ditinjau dari sisi amal tatbiq ilmu ini lebih menonjol melalui cara tarbiyah, akhlak dan lainnya. Muncul dan terbentukya setiap ilmu, dan permasalahan, kasus-kasus, serta metodanya tidak secara integral dalam waktu relatip singkat. bahkan memerlukan waktu panjang sehingga factor-faktor penunjang di atas siap mencapai tujuannya, demikian halnya dengan perkembangan ilmu tasawuf. A. Zuhud, Embrio Tasawuf. Zuhud adalah lingkuangan alami tempat tumbuhnya tasawuf, atau fase pendahuluan yang mempersiapkan kelahirannya. Dikalangan muslim Zuhud berpulang kepada beberapa faktor, baik faktor agama, politik, dan sosial. Berikutnya kami akan mencoba menjelaskannya satu-persatu 1. Faktor Agama. Maksud dari faktor agama adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi saw yang memberikan pengaruh langsung pada diri kaum muslimin dan mengarahkannya untuk hidup zuhud di dunia, meninggalkan kelezatan dunia, dan tidak tenggelam dengan kenikmatan dan rongrongan dunia. Memandang kesenangan dunia merupakan sesuatu yang tidak langgeng dan sedikit. Memiliki perhatian yang besar kepada dunia dan sangat disibukkan dengan urusan-urusan dunia akan memalingkan pemiliknya dari kebaikan yang banyak, dan menjadikannya di akhirat kelak terancam akibat perbuatan buruknya. Allah swt berfirman “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”QS. al-Hadid20 . Sunnah datang dengan gaya dan tipe yang sama, dimana kita dapati hampir semua perkataan Rasulullah saw diarahkan ke sana . Kemudian diperkuat dengan prilaku nyata Rasulullah saw sendiri yang melahirkan kehidupan zuhud, penuh kesederhanaan, jauh dari kehidupan yang penuh gelamor, dan kemewahan. Diriwayatkan, suatu hari Rasulullah saw bersama para sahabatnya melewati seekor domba betina yang mati, kemudian Rasulullah saw bertanya kepada para sahabatnya “Tidkkah kalian melihat domba ini hina bagi pemiliknya?” , Mereka menjawab “ya”, kemudian Rasulullah berkata “Demi Allah dunia ini lebih hina bagi Allah dari pada domba yang mati itu bagi pemiliknya ketika dibuang”. HR. Ahmad Semua para shabat berjalan mengikuti manhaj Allah dan Rasul-Nya. Mereka mewariskan sifat zuhud, dan senang dengan hidup yang penuh kesederhanaan dan apa adanya. Semua ini dapat dilihat pada perjalanan hidup para shahabat, seperti Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Abdul Rahman bin Auf. Zuhud adalah prilaku hidup pada masa shahabat. Orang-orang yang datang sesudah mereka mengakui hal itu, mereka mangatakan Sesungguhnya zuhud para shabat pada hal-hal yang halal lebih besar dari zuhud orang-orang yang datang setelah mereka pada hal-hal yang haram. 2. Faktor Politik. Yang dimaksud dengan faktor ini adalah dampak dari peperangan yang terjadi di tengah kaum muslimin sekitar memperebutkan kedudukan khilafah atau kepemimpinan. Perang yang diawali dengan fitnah pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan dan berakhir dengan terbunuhnya Ustman bin Affan Kemudian semakin membesar di masa khalifah Ali bin Abu Thalib ra, dan berakhir dengan terbunuhnya beliau. Akhirnya kaum muslimin terpecah menjadi beberapa kelompok yang saling bersengketa. Sebagian ada yang mendukung Ali, sebagian lagi ada yang mendukung Mu’awiyah, dan yang lainnya mendukung Tolhah bin Zubeir. Setelah peristiwa tahkim kekuatan Ali terbagi, dan muncullah kelompok khawarij. Namun di tengah-tengah peristiwa itu terdapat satu kelompok dari pembesar sahabat berpandangan untuk menjauhkan diri dari golongan-golongan yang bersetru untuk menghidari fitnah, mengutamakan keselamatan, mencari ketenangan, dan khawatir terjebak ke dalam pembunuhan sesama muslim. Kelompok ini terdapat di masa Ali ra sendiri, kemudian sebagiannya muncul setelah terbununya Ali bin Abu Thalib ra. 3. Faktor Sosial. Maksudnya adalah bentuk-bentuk prilaku dan tipe hidup baru yang menimpa kehidupan sosial yang sebelumnya tidak dikenal di masa Sahabat, para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti cara hidup mereka. Ketika itu kehidupan mereka dikenal dengan penuh kesederhanaan dalam perkara makanan, minuman, tempat tinggal, dan seluruh urusan kehidupan mereka. Tanpa terasa secara gradual kehidupan sosial itu mengarah kepada perubahan yang sedikit-demi sedikit mulai menjauh dari tauladan hidup masa pertama Islam. Ketika itu kita menemukan satu gaya hidup yang tidak dikenal sebelumnya. Kita dapatkan bermacam-macam corak makanan, minuman, dan perjamuan, serta aneka ragam permainan di tempat-tempat nyanyian, biduanita, dan minuman. Rupanya interaksi dengan sebagian bangsa seperti Parsia memiliki pengaruh besar perhadap perubahan tersebut. Kehidupan hura-hura dan glamor tampak sangat menyakiti perasaan yang sensitif dan menyinggung orang-orang yang tak punya, fakir serta miskin. Terkadang kita mendengar perayaan-perayaan resepsi pernikahan dan khitanan yang menghabiskan biaya ratusan ribu, bahkan jutaan dinar dan dirham. Dan kita mendengar pada masa khalifah al-Makmun ada yang membayar mas kawin istrinya sebesar seribu kantong permata, menyalahkan lampu lilin dengan minyak wangi dan setiap satu lilin menghabiskan dua ratus liter minyak wangi serta dihampar permadani dengan tenunan emas dan dimahkotai dengan permata yaqut. Kondisi ini sepenuhnya banyak memotifasi orang untuk mengetuk pintu zuhud, karena barangkali diri mereka merasa puas dengan sebuah selogan masyhur “Jika yang engkau inginkan tidak ada , maka ambillah apa yang ada”. sebagian mereka memilih sifat zuhud karena motifasi agama, melawan syahawat, menjauhi haram, mengutamakan akhirat, dan mencari ridha Allah swt. Berkaiatan dengan hal ini sebagian mereka ada yang berkata “Dunia menurut pandangan kami ada tiga tingkatan, halal, haram, dan syubuhat. Haramnya akan dihisab, haramnya akan mendapat siksa, dan syubuhatnya akan mendapat celaan Allah Swt. Karena itu, ambillah dunia itu yang engkau butuhkan saja”. Begitulah, zuhud merupakan sebuah reaksi penolakan pada gaya hidup yang menyimpang dari kehidupan pertama Islam, dan upaya meniru gaya hidup para shahabat dalam hal zuhud, dan wara’. Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa fenomena zuhud adalah sebuah konsekwensi dari sejumlah faktor tersebut, baik agama, politik, dan sosial. Patut disinggung disini bahwa zuhud itu sendiri bukanlah tujuan, akan tetapi ia adalah sebuah sarana untuk mengapai tujuan lain yang harus dijalani guna merealisasikan seluruh nilai-niai luhur, serta mendapatkan muroqobah dan musyahadah Allah. Kemudian pada masa itu orang-orang yang zuhud mendapatkan bermacam-macam sebutan gelar seperti ubbad, nussak, fuqora, dan qurroo’, mereka adalah para ulama atau orang-orang yang memahami Al-Quran dengan baik. B. Sejarah Munculnya Tasawuf Islam Di tengah-tengah kelompok tersebut dan di kalangan para ahli zuhud, zuhud mulai menyaksikan perkembangan baru yang membawanya kepada nama baru, yaitu Tasawuf, serta kelompok baru bernama As-sufiyah. Perkembangan ini tidak terlepas dari sebagian faktor atau fenomena internal dan eksternal. Faktor eksternal terpulang kepada permulaan atau pertengahan abad kedua –di mana bahwa para zuhud waktu itu lebih meng-utamakan berpakaian sof wol sebagai selogan tawadlu, pakaian orang-orang soleh, simbol keprihatinan serta unjuk protes terhadap kemegahan serta kegelamoran dunia, bahkan pakaian itu telah menjadi pakaian khas mereka. Dari sini para Sufi itu satu sama lain mulai berkumpul; mulai memilih orang yang patut di antara mereka menjadi pemimpin atau pembimbing atau para syekh, Yang di dalam kepribadiannya telah terkumpul sifat-sifat atau karakteristik yang menjadikan mereka layak berdiri didepan saudara-saudaranya. Diantara salah satu kelebihan atau keistimewaan yang terpenting adalah mereka mampu merenungkan, menyimpan pengalaman spritual mereka, dan mampu mendeskripsikan serta mengekspresikan kembali pengalaman spritual tersebut. Deskripsi spritual ini tidak mereka ambil dari orang-orang sebelum mereka akan tetapi benar-benar bersumber dari pengalaman dan petualangan spiritual yang mereka alami sendiri. Pengalaman itu memberikan ilmu khusus dan pengetahuan pribadi bagi mereka, terkadang sebagian mereka ada yang merasa terpaksa untuk mengungkapkan pengetahuan itu dan sulit disembunyikan gejolak perasaan yang memenuhi qalbunya, seola-olah –dalam kondisi seperti itu- ia seperti tengah terjadi al-wajdu al-fana megalami satu kondisi kebersamaan kepada Allah yang kuat dalam dirinya atau dilanda perasaan seperti yang melanda para seniman atau penyair, oleh karena itu mereka mendapatkan kebebasan dalam mengungkapka apa yang tengah bergejolak dalam dadanya, dalam hal ini imam al-Hakim at-Tirmidzi berkata “Tidaklah aku menyusun satu huruf tentang sebuah perancangan, tidak juga agar sesuatu itu dinisbatka kepada diriku, namun ketika aku merasa sempit aku menjadi terhibur “. Mulailah mereka mencatat khawatir lintasan pikiran dan jiwa sebagai apresiasi kondisi spiritual yang bersih mereka, menyusun pengalaman-pengalam an mereka, serta berbicara tentang zauk, dan mawajid mereka. Bermunculanlah sebagian artikel-artikel yang berbicara tentang pengalaman spritual. Tidak hanya itu, bahkan sebagian mereka sudah ada yang mendiskusikannya atau berbicara tentang tasawuf di masjid-masjid. Orang pertama diantara mereka adalah Abu Zakaria Yahya bin Muaz Ar-Razi W 275 H, dan Abu Hamzah Al-Bagdadi yang sebelum bicara di masjid Madinah ia telah berbicara di Bagdad terlebih dahulu. Dan kewajiban para syekh adalah menjelaskan pesan-pesan kepada para pengikutnya, membatasi kaidah-kaidah suluk serta etikanya adab dan menulis buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan tentang tasawuf. Dari sini mulailah dikenal sejumlah tokoh-tokoh sufi pada abad ketiga hijriyah dan setelahnya, di-antarnya Imam Muhasibi, Sahal at-Tusturi, al-Junaidi al-Bagdadi, Imam al-Ghazali, dan Abdul Qodir al-Jilani. Sebagian mereka ada yang merasa cukup mengajarkan ilmu tasawuf secara lisan, oleh karenanya mereka tidak menulis buku-buku, bahkan mereka mengatakan “Buku-bukuku adalah para sahabatku murid/pelanjutnya” Diantara moti-motif terpenting penulisan karya-karya tasawuf adalah untuk mengkanter para penyeleweng yang dilakukan oleh para pengaku-aku tasawuf. Tujuan ini sangat jelas sekali terdapat pada setiap muqoddimah buku-buku tasawuf, seperti buku Atta’arruf karya al-Kalabadzi, Alluma’ karya imam at-Thusi dan Ar-risalah karya imam al-Qusyairi. Begitu pula diantara tujuan-tujuan terpenting mereka adalah menghadapi serangan-serangan yang diarahkan kepada kaum Sufi semenjak kelompok ini memiliki label khusus dalam pakaian, dan manhajnya, kemudian sebagaian para penysusun buku-buku tasawuf berupaya menjelaskan dasar-dasar tarbiyah tasawuf tarekat, membatasi unsur-unsurnya secara umum, juga berusaha memunculkan pandangan kelompok sufi terhadap ilmu-ilmu kelompok lain yang semasa dengan mereka, seperti para fuqoha, mufassirin, mutakallimin, dan , ulama-lain yang sepadannya. Diantara mereka misalnya Abu Thalib al-Makki dalam bukunya qutul qulub konsumsi pokok qalbu. Ibnu Khaldun berkata ketika ilmu pengetahuan ditulis dan dibukukan, para fuqoha menyusun fikih, serta usulnya, ahli kalam meyusun ilmu kalam, mufassirin menulis tafsir, dan lain sebagainya, para tokoh sufi juga melakukan hal yang sama, menulis dan menyusun buku-buku tasawuf setelah sebelumnya thoriqoh hanya sebuah ritual ibadah saja dan hukum-hukumnya hanya bersumber dari dada hafalan para tokohnya, sebagaimana halnya terjadi pada semua ilmu yang dibukukan, seperti tafsir, Hadis, fikih, usul dan lain sebagainya. Ibnu Taimiyah menyebutkan, ilmu tasawuf pertama kali muncul di kota Bashroh, hal itu ditandai dengan adanya sifat zuhud, ibadah dan rasa takut yang berlebihan serta hal ini tidak dialami seluruh penduduk kota besar, karenanya, pada saat itu dikenal fikih ahli Kufah dan ibadah ahli Bashrah. Dapat dikatakan bahwa tasawuf muncul secara alami dalam lingkuangan Islam sebagai dampak dari beberapa faktor yang ada di dalam lingkungan tersebut. Dan ilmu ini tetap akan terwujud, walaupun kaum muslim tidak memiliki kontak langsung dengan kebudayan asing, atau bentuk-bentuk tasawuf yang lain. Tokoh-tokoh tasawuf sering kali menjelaskan bahwa tasawuf mereka bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Mereka sering kali mengulang-ngulang dalam berbagai kesempatan serta kukuh dengan sikap itu di berbagai kondisi agar hal itu melekat di dalam jiwa pengikutnya. Sebagaiman imam Junaidi bertutur “Mazhab kami ini berpegang teguh dengan dasar-dasar Al-Qur’an dan Sunnah”. Ia berkata lagi “Semua jalan manhaj terhalang bagi makhluk kecuali orang-orang yang meneladani Nabi serta mengikuti Sunnah dan tetap konsekwen dalam manhajnya”. Ketika salah seorang tokoh sufi ditanya tentang bid’ah, ia menjawab “bid’ah itu adalah melanggar hukum, mengabaikan Sunnah, mengikuti jalan pikiran manusia dan hawa nafsu, serta tidak meneladani dan mengikuti Nabi saw”. Maka pada akhir abad ini, serta pada abad ketiga dan keempat Hijriyah tasawuf menurut tokoh-tokohnya adalah “sekumpulan etika, akhlak, dan keyakinan-keyakinan yang sangat dipegang teguh oleh para sufi dan kalangan elit ulama”. Dapat kita katakan terhadap tasawuf macam ini adalah Tasawuf Sunni, yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah, bersumber serta tidak keluar dari batas-batasnya, mengontrol prilaku, lintasan hati, dan pengetahuan mereka dengan dua neraca itu. Selama para tokoh tasawuf ini mengumandangkan loyalitas mereka kepada Syari’ah Allah, maka kita harus meyidang mereka menurut dua standar di atas, karena itu adalah standar apa yang mereka ridlai. Jika perkataan dan perbuatan mereka sesuai dengan Syari’ah maka kita terima, sementara jika melanggarnya, maka kita harus menolak dan meninggalkannya. Salah seorang syekh tasawuf mengatakan hal ini secara terang-terangan. Syekh Abul Hasan syazili pernah berkata kepada salah seorang muridnya “Apabila Kasyafmu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka engkau harus tetap komitmen terhadap keduanya dan tinggalkanlah kasyafmu itu, dan katakanlah kepada dirimu bahwa Allah telah menjamin keselematanku dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sementara aspek kasyaf, ilham, dan musyahadah tidak memberikan jaminan kepadaku”. Sementara dikalangan kaum muslimin sendiri juga terdapat tasawuf lain yang berbeda dari apa yang telah kita bicarakan. Yang kita kenal dengan nama tasawuf asing mistis atau tasawuf filsafat. Maksud tasawuf filsafat ini adalah tasawuf yang membahas tentang pemikiran-pemikiran , atau tema-tema yang memiliki kesamaan pada apa yang kita dapati di sebagian formulasi ajaran kerohanian yang ada di luar lingkuangan ummat Islam, contohnya seperti kerohanian hindu, masehi, atau Flato modern. Keberadaan tasawuf ini dikalangan ummat Islam disebabkan beberapa faktor. Secara umumnya dapat dikatakan bahwa sebagian kelompok sufi telah mendapat kesempatan berkomunikasi atau mengenal langsung macam-macam ajaran mistis asing. Hal itu terkadang berpulang pada tarjamah-tarjamah yang menjadi sebuah faktor umat Islam mengenal turos bangsa-bangsa lain. Faktor lain juga disebabkan setelah futuhat Islam kaum muslimin menjalin kontak langsung dengan bangsa-bangsa yang memang sudah mempunyai akar kuat pada ajaran mistis seperti Hindu, dan Persia . Barangkali juga asal-usul sebagian kelompok sufi tersebut berasal dari bangsa-bangsa ini. Tidak salah kalau kita megatakan bahwa agama-agama minoritas juga memiliki pengaruh terhadap masalah ini, hal itu merupakan dampak dari adanya komunikasi dengan para pendeta Nasrani, atau Yahudi, terlebih lagi di antara mereka ada yang dikenal sebagai orang yang sering menta’wilkan teks-teks agama. Buah dari komunikasi dengan sejumlah referensi ini, maka kita sering mendapati diantara orang-orang yang memliki loyalitas kepada tasawuf ada yang berbicara tentang ittihad, wihdatul wujud, atau suqut at-taklif terbebas dari taklif agama dari para wali, dan tema-tema lain yang tidak mudah dirujuk kepada Islam, namun lebih mudah dikembalikan pada sumber-sumber asing di luar Islam. Oleh karena itu, tasawuf digambarkan sebagi sebuah bid’ah, atau kependetaan, padahal para pembaharu tasawuf Sunni terus mengawasi teori asing ini dan mengkanter para tokohnya serta menjelaskan hal-hal yang menyimpang dari Syari’ah Islam. Di samping mereka juga melakukan hal yang sama menjelaskan aqidah mereka, dan menjelaskan dasar-dasar Syari’ah yang menjadi landasan berdirinya torekat tarbiyah mereka. Karena itu tidak heran bila kita temukan di sejumlah buku-buku tasawuf dimulai dengan menjelaskan aqidah sufi yang berhubungan dengan Allah dan sifat-sifat- Nya, keNabian dan karekteristik serta kedudukannya. Semua itu telah dijelaskan dalam kitab at-Ta’aruf, al-Luma’, Qutul Quluub, Risalah Qusyairiyah, dan karya-karya Sufi lain yang berbicara tentang hal itu. Ketika kelompok sufi pertama telah membagi antara ilmu Syari’ah ilmu zhohir yang tampak pada lahiriyah, dan ilmu hakikat ilmu bathin yang stresingnya adalah hati, maka mereka mulai menysusun terminologi- terminologi khusus untuk kalangan mereka sendiri serta simbol-simbol tertentu yang hanya dapat dipahami dengan betul oleh seorang yang belajar langsung dengan mereka. Maka berbondong-bondongl ah orang mendatangi mereka untuk bergabung dan menimba ilmu, namun metoda kelompok Sufi pertama ini belum sempurna dan terorganisir dengan baik, sebagaimana metoda sufi belakangan. Di mana mereka masih individual yang terpisah-pisah dan tidak memiliki ikatan diantara mereka. belum terorganisir . Pada abad kelima muncullah Imam Ghozali w 505 H kita dapati bahwa ia memiliki pemahaman tasawuf yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dipahami oleh para sufi di masa pertama. Ia berpendapat, bahwa tarekat tarbiyah tasawuf merupakan persembahan mujahadah dan penghapusan sifat-sifat tercela. Tarbiyah ini berpulang kepada semata-mata upaya pembersihan jiwa dari seorang salik seorang insan tarbiyah, penjernihan dan pencerdasan, kemudian penyiapan dan penyerahan diri kepada Allah. Imam Ghozali telah menjelaskan kaidah-kaidah suluk tarbiyah ruhiyah secara terperinci, seperti hubungan seorang murid dengan Syekh murobbi, menjelaskan tentang tata cara uzlah, dzikir, dan semua yang berhubungan dengan kaidah-kaidah tersebut. Bahkan Ia juga melandasi kaidah-kaidah taswuf Sunni yang memperhatikan sisi pendidikan akhlak dalam dunia Islam, meyatukan antara ilmu syari’ah ilmu lahiriyah dan ilmu hakikat bathin, serta menolak bentuk-bentuk tasawuf lain yang menyimpang, seperti tasawuf filsafat yang berdiri atas pemikiran hulul dan ittihad. Tidak lama kemudian bermunculanlah para pembesar Tasawuf yang mengagumi konsep dan orientasi Imam Ghozali ini, kami sebutkan di antara mereka adalah Syekh Abdul Qodir Jailani W561 H pendiri thoriqoh Qhodiriyah, dan Syekh Ahmad Rifai w578 H pendiri thoriqoh Rifaiyyah, kemudian terus bermunculan pembesar Syekh tasawuf di beberapa negara Islam dan thoriqoh sufiyyah itu terus berkembang dan tersebar sejak abad ke IV Hijriyah sampai saat ini. Sejak abad itu kata tasawuf dilekatkan kepada “sekumpulan individu-individu kaum sufi yang berafiliasi kepada syekh tertentu, dan patuh terhadap sistem suluk tarbiyah ruhiyah secara detail, dan mereka hidup secara kolektif di berbagai zawiyah, rubbat, dan khanoqoh, atau mengadakan perkumpulan rutin pada kesempatan-kesempat an tertentu, serta mengadakan majlis-majlis ilmu dan zikir secara teratur”. Toriqoh ini setelah berjalan secara individu akhirnya menjadi sebuah tarbiyah tasawuf kolektif seperti madrasah spritual dalam dunia Islam. Dan dapat dinamakan sistem ini dengan “Tasawuf Amali praktis atau Thoriqoh Sufiyah. Syekh Abdul Qodir Jilani dalam hal ini merupakan orang pertama yang mendirikan metoda Thariqoh praktis ini. IV. PENUTUP Demikian, terjawablah sudah pertanyaan yang selama ini bergelayut di benak para peneliti dan pengkaji ilmu-ilmu keislaman, bahwa Tasawuf bukan susupan dari luar Islam, bahkan ia lahir dari dalam dan embrio Islam serta tumbuh besar di lingkungan Islam. Tasawuf adalah bagian misi Islam, salah satu rukun agama Islam, hakekat dari Syari’ah dan Thariqah, terminology ijtihad Islam dan berdasarkan dalil-dalil Islam Alqur’an, Hadis, Ijma dan QIyas serta lainnya. Semoga bermanfaat J Petikan kalimat yang penulis angkat sebagai tema tulisan ini barangkali sudah cukup mewakili ungkapan para peneliti dan pemerhati tasawuf, betapa sebagai sebuah ilmu maupun seperangkat tatanan prilaku suluk ia memiliki daya pikat yang begitu kuat, tidak menjemukan, bahkan kerapkali ditemukan hal-hal baru, baik berhubungan dengan rasa hati, maupun makna-makna yang tidak didapatkan dalam kesempatan pertama. Melalui kalimat “mensucikan hati menuju ma’rifat Ilahi” inilah sumber daya pikat dan daya tarik tasawuf muncul. Dari rangkaian kalimat di atas, paling tidak ada dua penggalan kata yang memiliki signifikansi lebih dibandingkan kata-kata yang lain, dua kata tersebut adalah “hati” dan “ma’rifat Ilahi”. Diskusi dengan menjadikan hati sebagai obyek senantiasa menarik dan mengasyikkan, karena hati adalah sumber emosi dan rasa yang beraneka ragam di dalam diri manusia. Emosi dan rasa inilah yang menjadikan hidup manusia menjadi penuh warna, dinamis dan tidak menjemukan. Dengan emosi dan rasa ini pulalah, manusia bisa mempertahankan eksistensi dan ujudnya. Bukankah kita semua lahir ke dunia ini melalui sinergi dan harmoni emosi dan rasa cinta kedua orang tua kita? Hal kedua yang menjadi daya tarik tasawuf adalah karena ia memiliki visi dan misi ketuhanan baca ma’rifat. Dalam sejarah peradaban manusia, diskursus dan isu tentang Tuhan dan alam ghaib selalu menempati posisi penting dan vital. Bahkan, lahir dan berkembangnya peradaban itu sendiri sejatinya banyak diilhami dan diinspirasi oleh upaya manusia “mencari dan menemukan” Tuhan atau usaha pembuktian adanya Tuhan. Dari proses inilah kemudian lahir dan berkembang ilmu filsafat, ilmu logika mantiq, ilmu kalam, dan ilmu tasawuf. Tulisan ini berupaya –semampu penulis- menelusuri sejarah dan perkembangan tasawuf, memperkenalkan sekilas beberapa tokoh tasawuf terkemuka, mengenalkan beberapa buku dan referensi terpenting mengenai tasawuf, mengupas beberapa istilah penting dalam disiplin ilmu tasawuf dan mengungkap sepintas beberapa aliran tarekat terkemuka dan tokoh-tokohnya. Definisi Tasawuf Para ulama tasawuf berbeda pendapat mengenai asal kata “tasawuf”, di antara pendapat-pendapat tersebut sebagai berikut 1. Abu ar-Raihan al-Biruni w. 440 H/1048 M dalam kitabnya “tahqiq ma lil hindi min maqulah” menyatakan bahwa tasawuf secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “suf” ÓæÝ yang berarti “pecinta hikmah”, kemudian istilah ini dinisbatkan kepada “ahl shuffah” Ãåá ÇáÕÝÉ atau orang-orang yang tinggal di bangku-bangku yang terbuat dari batu/beranda masjid pada masa Rasulullah.1Tahqiq ma lil hindi min maqulah, Abi ar-Raihan al-Biruni, hal. 24-25. 2. Sebagian ulama berpendapat bahwa asal kata tasawuf adalah “shufanah” ÕæÝÇäÉ, yaitu jamur atau sejenis kacang-kacangan yang tumbuh di padang pasir. Mereka beralasan bahwa para sufi adalah sekelompok orang yang mengambil bagian sesedikit mungkin dari kesenangan dunia, sebagaimana jamur atau sejenis kacang-kacangan yang hidup di padang pasir.2 Ilmu at-tasawwuf, Dr. Muhammad Mustafa, hal. 10. 3. Pendapat lain menyatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shuf” ÕæÝ yang berarti bulu domba atau kain wol. Argumentasi mereka adalah karena para sufi biasanya memakai baju yang sangat sederhana dari bulu domba atau kain wol. 4. Pendapat berikutnya menegaskan bahwa tasawuf berasal dari kata “shafa'” ÕÝÇÁ yang berarti murni atau jernih. Ini artinya para sufi adalah orang yang memiliki hati yang murni dan jernih. 5. Pendapat ke lima tasawuf berasal dari kata “shaff” ÕÝ yang berarti barisan, artinya para sufi selalu berada di barisan terdepan dalam menghadirkan Allah Swt di hati mereka.3 lihat Qadhiyyah at-tasawwuf al-munqidz min ad-dhalal, Dr. Abdul Halim Mahmud, hal 31. Di antara lima pendapat terkemuka ini, pendapat ke tiga dianggap sebagai yang paling rasional dan sesuai dengan kaidah kebahasaan. Dalam terminologi orang Arab, memakai baju diistilahkan dengan ÊÞãÕ, dan memakai baju wol diistilahkan dengan ÊÕæÝ. Maka asal kata “shuf” yang berarti wol atau bulu domba dianggap yang paling mewakili dari segi kebahasaan. Sekalipun dari segi makna asal kata ini kurang cocok, akan tetapi menurut Dr. Abdul Halim Mahmud, hal ini tidak menjadi persoalan, karena makna tersebut akan senantiasa berkembang dan berubah sesuai dengan konteks yang melingkupinya. Selanjutnya menurut Dr. Abdul Halim Mahmud, memakai baju wol atau bulu domba merupakan manifestasi dan aktualisasi dari nilai kesederhanaan yang merupakan titik tolak dan nilai utama dalam tasawuf.4 lihat Qadhiyyah at-tasawwuf, Sedangkan definisi tasawuf secara terminologi begitu banyak dan variatif, bahkan menurut as-Sahrawardi mencapai sekitar seribu definisi.5 Awarif al-ma’arif, as-Sahrawardi, hal. 40. Hal ini disebabkan perubahan dan pergeseran kondisi ahwal para sufi yang terus-menerus terjadi dan beragamnya pengalaman ruhani yang mereka alami.6 Ilmu tasawwuf, hal. 21. Sekalipun demikian ada beberapa definisi yang layak diketengahkan dalam tulisan ini dan cukup komprehensip mewakili pendapat-pendapat yang heterogen tersebut. Di antara definisi tersebut 1. Abu Sa’id al-Kharraz w. 268 H mengatakan bahwa sufi adalah “orang yang Allah Swt sucikan hatinya, maka kemudian hatinya penuh dengan cahaya Ilahiyah, dan masuk ke dalam esensi kenikmatan dalam dzikir kepada Allah Swt. 2. Abu Bakar al-Kattani H menyatakan bahwa tasawuf adalah “kejernihan hati dan musyahadah ma’rifat tertinggi kepada Allah Swt. 3. Ja’far al-Khuldi w. 348 H mengatakan bahwa tasawuf adalah “menyibukkan diri ke dalam ibadah, keluar dari dimensi kemanusiaan, dan ma’rifat kepada Allah secara utuh”.7 Qadhiyyah at-tasawwuf, hal. 4. 4. Al-Ghazali w. 555 H menyimpulkan berbagai pendapat para ulama bahwa tasawuf sejatinya adalah “menjernihkan hati dari noda, dosa dan tipu muslihat nafsu, dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt dan selalu merasa membutuhkan- Nya”.8 Ihya’ ulumuddin, al-Ghazali, juz 5, hal. 83. Dari beberapa pendapat tersebut, Dr. Abdul Halim Mahmud memberikan komentarnya, bahwa tasawuf merupakan “wasilah wa thariqah” atau sarana dan jalan, sekaligus juga “ghayah” atau tujuan. Sarana dan jalannya berupa “mujahadah” dengan berupaya membersihkan dan mensucikan hati dari segala noda, dosa dan tipu daya nafsu, dan tujuannya adalah “musyahadah” atau ma’rifat kepada Allah Swt.9 Qadhiyyah at-tasawwuf, hal. 43-44 Sejarah dan Perkembangan Tasawuf Sebagai sebuah fenomena, tasawuf Islam sejatinya sudah ada semenjak abad pertama hijriah, dimana dijumpai sejumlah komunitas di lingkungan sahabat Rasulullah Saw dan para tabi’in mempraktekkan pola hidup yang teramat sederhana. Mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, dan biasanya tinggal di beranda-beranda masjid, dengan melakukan aktifitas sehari-hari berupa ibadah, dzikir dan belajar agama. Ketika terjadi perpecahan umat Islam pasca pembunuhan Utsman bin Affan dan kemudian Ali bin Abi Thalib, maka sekelompok kalangan ini semakin mengkristal dan membentuk sebuah komunitas masyarakat dengan corak dan warna kesufian yang lebih kongkrit. Mereka berupaya untuk tidak larut dan terseret masuk ke dalam kubangan nafsu politik dan keserakahan dunia. Sejalan dengan waktu, kemudian muncul istilah “zuhud” yang berkolaborasi dengan istilah “tasawuf” dan “sufiyah”, sebagai julukan terhadap mereka. Pada abad ke dua hijriah, muncullah dua kelompok besar masyarakat ilmiah, yakni kelompok Basrah dan Kufah. Dua tempat inilah yang kemudian menjadi pusat bagi perkembangan tasawuf sebagai sebuah ilmu maupun sebagai seperangkat pola laku dan hidup suluk. Pada abad ke dua inilah Abu Hasyim al-Kufi w. 148 H/766 m mulai dikenal sebagai sufi pertama dalam sejarah tasawuf, demikian pula al-Hasan al-Bashri H/728, seorang tabi’in yang walaupun tidak dikenal sebagai seorang sufi, akan tetapi prilaku hidupnya mencerminkan nilai-nilai yang dianut para sufi. Selanjutnya pada permulaan abad ke tiga hijriah, tampaklah “wajah” para sufi semakin jelas dan nyata, ditandai dengan semakin terpolanya tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu, dan bermunculannya para ulama sufi terkemuka, seperti Abu Sa’id al-Kharraz dan Abu al-Qasim al-Junaid. Maka mulai dikenallah istilah-istilah dalam ilmu tasawuf, seperti hakikat, ma’rifat, ahwal, maqamat dan sebagainya. Semakin kokohnya epistimologi ilmu tasawuf terbukti dengan munculnya kitab pertama dalam disiplin ilmu tersebut pada abad ke empat hijriah yang di karang oleh Abu Nashr as-Siraj at-Thusi w. 374 dengan nama “al-luma” jamak dari “lum’ah” yang artinya “bekal hidup”.10 Ilmu at-tasawwuf, hal. 161-162, lihat pula Fajr al-Islam, Ahmad Amin, hal. 287-296. Dari lingkungan Irak ini, kemudian ajaran tasawuf dan ilmunya menyebar ke Khurasan, Mesir, Maroko dan Andalusia . Selanjutnya penyebaran tersebut semakin cepat melalui kelompok-kelompok tarekat, hingga mampu menembus benua Afrika dan Asia Tenggara, termasuk di dalamnya Indonesia . Mengenal Beberapa Tokoh Tasawuf Terkemuka 1. Al-Hasan al-Bashri 21 – 110 H / 642 – 728 M Nama lengkapnya adalah al-Hasan bin Abi al-Hasan Yasar, al-Bashri, nama julukannya Abu Said. Lahir pada tahun 21 H / 642 M, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab Ra. Ayahnya seorang keturunan Persia bernama Yasar. Ia lahir dan dibesarkan dalam naungan kasih sayang Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah Saw. Ia mulai berinteraksi dengan para sahabat di masa pemerintahan Utsman bin Affan Ra. Dan ketika Ali bin Abi Thalib menggantikan Utsman Ra sebagai khalifah, al-Hasan telah berumur 14 empat belas tahun, dan mulai belajar keilmuan Islam secara serius kepada lebih dari 300 tiga ratus orang sahabat. Al-Hasan dikenal piawai dalam ilmu aqidah, mahir dalam retorika, serta masyhur dengan kezuhudan dan kehalusan budinya. Sekalipun pada masanya istilah sufi maupun tasawuf belum dikenal, akan tetapi ia dianggap oleh kalangan ulama tasawuf sebagai tokoh yang konsisten dalam kezuhudan, kekhusyukan dan ketawadhu’annya. Ia meninggalkan beberapa surat rasa’il yang sangat berharga, dengan menggunakan uslub yang mudah dicerna dan dipahami, menggunakan pendekatan hati dan rasa untuk menggugah dan membangkitkan gairah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.11 Mausu’ah a’lam al-fikr al-Islami, Majlis al-a’la li as-syu’un al-Islamiyah, hal. 259-262 2. Rabi’ah al-Adawiyah 95 – 135 H. Nama lengkapnya adalah Rabi’ah binti Isma’il al-Adawiyah, julukannya Ummu al-Khair, al-Bashriyah. Seorang muslimah kelahiran Bashrah Irak, yang dikenal shalihah, zahidah, dan sangat tekun dalam beribadah dan bermunajat kepada Allah Swt. Ia masyhur karena filosofi “mahabbah” atau “cinta”nya dalam beribadah. Salah satu do’a munajat “cinta”nya yang terkenal adalah sebagai berikut Çááåã Åä ßäÊ ÃÚÈÏß ÎæÝÇ ãä äÇÑß ÝÃáÞäí ÝíåÇ¡ æÅä ßäÊ ÃÚÈÏß ØãÚÇ Ýí ÌäÊß ÝÇÍÑãäíåÇ¡ æÅä ßäÊ ÃÚÈÏß áÍÈß æáæÌåß ÇáßÑíã¡ ÝáÇ ÊÍÑãäí ãä ÑÄíÊå. Artinya “Wahai Tuhanku, jikalau aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, maka jerumuskanlah aku ke dalamnya, dan jikalau aku beribadah kepada-Mu karena mengharap syurga-Mu, maka halangilah aku darinya, akan tetapi jikalau aku beribadah kepada-Mu karena cinta dan mengharap ridha-Mu, maka jangan Kau halangi aku untuk melihat Wajah-Mu.12 al-Wafi bi al-wafiyat, Shalahuddin Khalil bin Abik as-Shafadi, juz 4, hal. 435, lihat pula al-A’lam, Khairuddin az-Zarkali, juz 3, hal. 10, serta Qadhiyyah at-tasawwuf, hal. 42 3. Ibrahim bin Adham w. 161 H / 778 M Nama lengkapnya Abu Ishak Ibrahim bin Adham bin Manshur. Lahir di Mekah, dan setelah ia lahir ibunya berkeliling meminta do’a kepada masyarakat agar anaknya dijadikan anak shalih. Keluarganya berasal dari ” Balkh “, sebuah kota yang terkenal di Khurasan. Ayahnya seorang pejabat tinggi di Khurasan, dan karenanya ia hidup di lingkungan yang serba berkelebihan dalam hal harta dan kesenangan dunia. Suatu hari ketika ia sedang berburu binatang di hutan, ia menjumpai kelinci atau serigala, dan ketika ia mengarahkan panahnya kepada binatang itu, ia mendengar suara tanpa ujud “Bukan untuk ini engkau diciptakan, dan bukan untuk ini pula engkau diperintahkan! “. Ia tengok kanan-kiri, akan tetapi tidak ia jumpai sumber suara tersebut. Kemudian ia lanjutkan perburuannya, akan tetapi ia mendengar kembali suara tersebut terulang sampai tiga kali. Kemudian ia segera pulang dan berpamitan kepada orang tuanya sambil mengenakan baju penggembala yang terbuat dari bulu domba kasar menuju kampung kecil, kemudian ke Mekah. Selanjutnya ia hidup dengan usaha dan kerja hasil keringat sendiri, dan menjadi tokoh yang dikenal dengan kesederhanaan dan kesahajaannya. Di antara do’anya yang terkenal Çááåã ÇäÞáäí ãä á ãÚÕíÊß Åáì ÚÒ ØÇÚÊß..! Ya Allah, alihkan aku dari kehinaan maksiat kepada-Mu menuju kemuliaan taat kepada-Mu!. 13 Ar-Risalah al-Qusyairiyah, Abul Qasim Abdul Karim al-Qusyairi, hal. 63-64. 4. Abu al-Faidh Dzunnun al-Mishri w. 245 H. Nama lengkapnya Tsauban bin Ibrahim, pendapat lain al-Faidh Ibrahim, ayahnya berasal dari “Naubi”, sebuah desa di Mesir. Ia dikenal sebagai seorang yang alim dan wara’. Suatu hari ia diundang oleh al-Mutawakkil untuk dimintai nasihatnya. Maka Dzunnun memberinya nasehat sehingga membuat Sultan menangis. Ungkapan tasawufnya yang terkenal “ÇáÚÇÑÝ ßá íæã ÃÎÔÚ¡ áÃäå Ýí ßá ÓÇÚÉ ÃÞÑÈ” seorang yang ma’rifat kepada Allah setiap hari semakin bertambah khusyu’nya, karena setiap saat ia bertambah dekat kepada Allah Swt.14 Ar-Risalah al-Qusyairiyah, hal. 65. 5. Abu al-Qasim al-Junaid al-Baghdadi 215 – 297 H / 830 – 910 M. Nama lengkapnya Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad bin al-Junaid al-Khazzaz al-Qawariri, berasal dari Nahawand, tetapi lahir dan besar di Irak. Ia seorang ahli fiqih dan penganut madzhab “Abi Tsaur”, salah seorang murid Imam Syafi’i. Pada saat berumur dua puluh tahun ia sudah dipercaya memberikan fatwa. Ia juga seorang ahli kalam yang masyhur. Ia dikenal di kalangan para sufi sunni sebagai “sayyid at-tha’ifah” pemimpin golongan dan “thawus al-ulama” atau “burung meraknya para ulama”. Al-Junaid dikenal sebagai sufi sunni yang menentang keras pendapat bahwa tasawuf bebas syari’ah. Menurutnya seorang sufi justru adalah orang yang senantiasa konsisten kepada aqidah dan syari’ah. Al-Junaid adalah penulis kitab kalam dan tasawuf yang cukup produktif, meninggal di Baghdad tahun 297 M / 910 M.15 Ar-Risalah, hal. 86, lihat juga Mausu’ah A’lam, hal 230-231. 6. Abu as-Siraj at-Thusi w. 387 H / 988 M. Nama lengkapnya Abu Nashr Abdullah bin Ali bin Muhammad as-Siraj, berasal dari “Thus” Khurasan. Ia lahir di Thus dan dibesarkan di daerah tersebut, dan merupakan guru besar dalam bidang tasawuf serta ilmunya. Ia adalah pengarang kitab tasawuf yang sangat monumental “al-luma'”, yang menurut para ulama merupakan kitab pertama ilmu tasawuf yang paling representatif dan dijadikan rujukan utama generasi berikutnya dalam mengkaji tasawuf dan ilmunya.16 Mausu’ah A’lam, hal. 569-570. 7. Abu Hamid al-Ghazali 450 – 505 H / 1058 – 1111 M. Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, julukannya adalah “hujjatul Islam” dan “zainuddin at-Thusi” atau “hiasan agama yang berasal dari Thus”, Khurasan. Nisbat “al-ghazali” kepada “ghazl as-shuf” atau pemintal kain wol atau “ghazalah”, sebuah desa di Thus Khurasan. Ia lahir dari keluarga miskin yang shalih. Ayahnya seorang pemintal kain dari bulu domba yang tidak pernah makan kecuali hasil dari keringat sendiri. Ia rajin menghadiri majelis pengajian para fuqaha, dan apabila ia mendengar pelajaran dari mereka, ia selalu menangis dan berdo’a kepada Allah Swt agar dianugerahi seorang anak yang faqih. Demikian pula ketika mengikuti pengajian dari ulama yang ahli memberikan nasehat, iapun menangis seraya memohon kepada Allah Swt agar dikaruniai anak yang wa’idz pandai memberikan nasehat. Dari orang tua seperti inilah lahir al-Ghazali yang sangat masyhur dengan keulamaan dan kezuhudannya. Ia seorang faqih, mutakallim, ushuli, failasuf dan shufi. Kitab-kitabnya sampai sekarang masih menjadi rujukan idola para pencari ilmu dan ulama di seantero jagat ini. Di antara kitabnya yang termashur adalah “ihya ulum ad-din”, “al-adab fi ad-din’, al-arba’in fi ushul ad-din’, “asrar al-hajj”, “al-iqtishad fi al-I’tiqad”, “tahafut al-falasifah” dan “al-mustashfa” .17 Mausu’ah A’lam, hal. 786-788 Seputar Buku-Buku Terpenting dalam Tasawuf Dr. Is’ad Abdul Hadi Qandil dalam “dirasah dan ta’liq”nya terhadap kitab “Kasyf al-Mahjub” karya Abu al-Hasan Ali bin Utsman al-Hujwairi al-Ghaznawi w. 465 H memberikan gambaran yang cukup jelas dan kongkrit tentang beberapa kitab baca turats terpenting yang dijadikan rujukan untuk mengkaji tasawuf, dimulai dari generasi pengarang pertama kitab ilmu tasawuf Abu Nashr as-Siraj at-Thusi w. 378 H sampai abad ke sembilan hijriah. Kitab-kitab tersebut antara lain 1. “Al-Luma'” karya Abu Nashr Abdullah bin Ali as-Siraj at-Thusi, yang dikenal dengan julukan “thawus al-fuqara” burung meraknya orang fakir. Kitab ini tergolong sebagai rujukan terbesar, terpercaya dan paling representatif dalam tasawuf. Ia diibaratkan sebagai ibu dari kitab-kitab tasawuf yang lain, karena hampir semua pengarang kitab tasawuf selalu merujuk kepada kitab ini, baik dalam hal isi, pengaturan bab dan pasal maupun metodologinya. As-Siraj membagi kitab ini ke dalam dua bagian Bagian Pertama berisi sejumlah bab pendek, yang mengupas tentang ilmu tasawuf, madzhab para sufi dan kedudukan mereka, tingkatan thabaqat ahli hadits, ahli fiqih dan ilmu-ilmu yang mereka letakkan dasar-dasarnya, definisi tasawuf dan sifatnya, tentang tauhid, muwahhid dan arif dan perbedaan antara mukmin dan arif. Bagian Kedua berisi beberapa bagian as-Siraj menggunakan istilah “kitab” yang di dalamnya terdapat beberapa bab pendek. Bagian-bagian kitab-kitab tersebut adalah Kitab al-ahwal wa al-maqamat. Kitab ahl as-shafwah fi al-fahm wa al-ittiba’ li kitabillah azza wa jalla. Kitab al-uswah wa al-iqtida bi rasulillah Saw. Kitab al-mustanbathat. Kitab as-sahabah. Kitab adab al-mutashawwifah. Kitab al-makatibat wa as-shudur wa al-asy’ar wa ad-da’awat wa ar-rasa’il. Kitab as-sima’. Kitab al-wujd. Kitab itsbat al-karamat. Kitab al-bayan an al-musykilat. Kitab tafsir as-syathhiyyat wa al-kalimat. Sekalipun kitab ini adalah kitab yang sangat monumental, lengkap, didukung dengan metodologinya yang sempurna, akan tetapi dalam kitab ini tidak tampak sosok pengarang sebagai pencetus ide dan pelempar gagasan, karena as-Siraj hanya sekedar menukil dan memaparkan pendapat para ulama pendahulunya, tanpa berupaya memberikan komentar, analisis atau mengungkapkan pendapatnya. 2. “Thabaqat as-Shufiyah” karya Muhammad bin al-Husain bin Musa bi Khalid bin Rawiyah bin Sa’d bin Qubaishah bin Suraqah. Seorang Arab, yang dikenal dengan nama Abu Abdurrahman as-Sullami w. 412 H. Ia berguru kepada banyak ulama, di antaranya Abu Nashr at-Thusi. As-Sullami memiliki banyak karangan dalam tafsir, hadits dan tasawuf. Sebenarnya ia bukan ulama pertama yang mengarang thabaqat para sufi, akan tetapi kitab-kitab yang dijadikan rujukan oleh as-Sullami tidak terlacak keberadaannya hingga kini. Dalam kitab riwayat hidup ini as-sullami membagi thabaqat para sufi ke dalam lima tingkatan, dan setiap tingkatan terdiri dari dua puluh ulama dan syuyukh sufi. Kitab ini dicetak pertama kali di Kairo, kemudian di tahqiq dan diterbitkan oleh Nuruddin Syuraibah pada tahun 1953 M. 3. “Ar-Risalah” karangan Abu al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi w. 465 H. Ia lahir di sebuah desa di Khurasan, akan tetapi ia adalah keturunan Arab dari Kabilah Qusyair bin Ka’b. Banyak karangan yang dipersembahkan oleh al-Qusyairi, akan tetapi “ar-Risalah” inilah karyanya yang termasyhur. Al-Qusyairi membagi kitab ini ke dakam dua bagian, yakni Bagian Pertama memaparkan riwayat hidup para sufi dan sebagian pernyataan tentang tasawuf yang mereka lontarkan. Bagian Kedua menjelaskan tentang prinsip-prinsip suluk tatanan prilaku tasawuf dan manhajnya, di antaranya tentang waktu, maqam, hal, mukasyafah, musyahadah, taubat, mujahadah, taqwa, syukr, zuhud dan sebagainya. 4. “Kasyf al-Mahjub” karya Abu al-Hasan Ali bin Utsman al-Hujwairi al-Ghaznawi w. 465 H, yang lahir di “ghaznah”, sebuah kota di Afganistan. Kasyf al-Mahjub merupakan kitab tasawuf berbahasa Persia yang paling monumental yang menjadi rujukan utama kalangan ulama maupun akademisi di kawasan Timur dalam mengkaji disiplin ilmu tasawuf. Kitab ini secara tematik terbagi ke dalam tujuh bab, yaitu Abwab tanawul al-ushul as-sufiyyah. Abwab ta’aluj al-masa’il al-far’iyyah. Qism khash bi tarajum as-syuyukh. Qism Khash bi firaq as-shufiyyah. Qism Khash bi al-aqa’id ad-diniyyah. Qism Khash bi al-ibadat. Aqsam tentang adab as-shufiyyah wa rumuzihim wa rusumihim. 5. “Asrar at-Tauhid” karangan Muhammad bin al-Munawwir bin Abi Sa’id bin Abi Thahir bin Abi Sa’id bin Abi al-Khair. Tahun dikarangnya kitab ini menurut pendapat yang paling dipercaya adalah 574 H. Kitab ini terbagi dalam tiga bab, yaitu Bab Pertama menjelaskan tentang riwayat hidup pengarang dari kelahiran sampai usia empat puluh tahun. Bab Kedua memaparkan tentang riwayat hidup pengarang pada masa pertengahan kehidupannya. Bab Ketiga menjelaskan tentang riwayat hidup pengarang pada masa akhir hayatnya, serta pesan-pesannya sebelum meninggal. 6. “Tadzkirah al-Auliya”, karya Abu Thalib Muhammad bin Abi Bakar Ibrahim, yang dijuluki “Farid ad-Din”, dan lebih dikenal dengan nama “al-Aththar” w. 627 H. Al-Aththar terhitung sebagai salah satu dari tiga orang penya’ir sufi terkemuka di Iran, yaitu as-Sana’i, al-Aththar dan Jalaluddin ar-Rumi. Ia adalah seorang dokter dan memiliki apotik sendiri. Kitab “Tadzkirah al-Auliya” adalah kitab riwayat hidup para wali, para sufi dan syuyukh tarekat. Ia merupakan kitab riwayat hidup para sufi berbahasa Persia paling awal yang dikarang oleh seorang ulama. 7. “Awarif al-Ma’arif” karya Syihabuddin Abi Hafs Umar bin Muhammad bin Abdullah as-Sahrawardi al-Baghdadi w. 632 H, seorang ahli fiqih, ushuli, adib, ahli sya’ir, ahli hikmah, ahli munadzarah dan berbagai macam keahlian yang lain, juga seorang pengarang kitab yang produktif. As-sahrawardi membagi kitab ini secara tematis ke dalam enam puluh tiga 63 bab, yang memaparkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan tasawuf, baik esensinya, sejarah perkembangannya, keutamaannya dan hal-hal lain yang berkaitan dengan prinsip-prinsif tasawuf, maupun upaya-upaya yang harus dilakukan seorang sufi agar mencapai tingkatan ma’rifat kepada Allah Swt. 8. “Nafahat al-Uns” karya Nuruddin Abdurrahman bin Nidzamuddin Ahmad bin Muhammad al-Jasyati al-Jami, seorang pujangga, penya’ir dan ulama tasawuf terkemuka. Ia adalah salah satu pimpinan tarekat “Naqsyabandiyyah”, dan terhitung sebagai cucu murid dari pendiri tarekat ini, Baha’uddin an-Naqsyabandi. Kitab ini dikarang pada abad ke sembilan hijriah, tepatnya pada tahun 883 H. Al-Jami merupakan pengarang kitab yang sangat produktif, karangannya mencapai empat puluh empat 44 kitab, dalam bahasa Arab maupun Persia. Isi kitab ini terdiri dari muqaddimah, tujuh maqulat dalam ushul as-shufiyah, dan riwayat hidup 600 sufi.18 Dirasah wa Tarjamah wa Ta’liq li “Kasf al-Mahjub” li al-Hujwairi, Dr. Is’ad Abdul Hadi Qandil, hal. 7, 114, dan 153163. Beberapa Istilah Penting dalam Ilmu Tasawuf 1. Al-Maqamat yaitu posisi ruhani yang dilalui oleh seorang sufi dalam proses mujahadahnya, dimana ia berada dalam posisi itu untuk sementara waktu, kemudian melalui mujahadahnya ia akan terus merambat naik ke posisi yang lebih tinggi. 2. Al-Ahwal hembusan ruhani yang merasuk ke dalam hati tanpa disengaja ataupun diusahakan. Al-ahwal adalah anugerah, sedangkan al-maqamat bisa diusahakan. Al-ahwal datang tidak berujud dan berbentuk, sedangkan al-maqamat diperoleh dengan usaha yang sungguh-sungguh.19 lihat ar-Risalah, hal. 118-119. 3. Al-Fana’ yakni gugur dan hilangnya sifat-sifat tercela dalam diri sufi, sedangkan al-Baqa’ adalah muncul dan berkembangnya sifat-sifat terpuji dalam diri sufi.20 lihat Risalah, hal. 128. 4. Al-Ghaibah yaitu hilangnya kemampuan hati untuk mengetahui ahwal atau kondisi diri, dikarenakan terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang bersifat materi sesuatu yang dapat dicerna oleh panca indera, sedangkan al-Hudhur datangnya Kebenaran Al-Haq/Allah Swt dalam hati, karena hati seorang sufi dikondisikan dengan mengingat Allah Swt dan melalaikan selain-Nya. 5. At-Takhalli yaitu membuang seluruh potensi buruk dan jahat dari hati dan nafsu, sedangkan at-Tahalli adalah menghiasi diri dan hati dengan sifat-sifat terpuji. 6. Assitru tertutupnya hijab Allah Swt dari hati manusia, sedangkan at-Tajalli adalah terbuka hijab Allah dari hati manusia.21 lihat ar-Risalah, hal. 133 dan 147. 7. Al-Muhadharah, al-Mukasyafah dan al-Musyahadah, ketiga istilah tersebut berkaitan dengan ma’rifat kepada Allah swt. Al-Muhadharah adalah tahap pertama, yang berarti hadirnya hati untuk selalu mengingat Allah Swt, al-Mukasyafah adalah tahap kedua yang berarti hadirnya hati untuk mulai membuka tabir yang menghalangi antara hati dengan Allah Swt, dan al-Musyahadah merupakan tahap paling tinggi yaitu hadirnya Allah Swt dalam hati, sehingga terbukalah semua tabir penghalang antara keduanya. 8. At-Talwin yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh ahl ahwal sufi yang masih berproses, sedangkan at-Tamkin adalah sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh ahl haqa’iq sufi tertinggi yang telah mencapai tahap hakikat.22 lihat ar-Risalah, hal. 148 dan 151. 9. As-syari’ah yaitu perintah untuk menetapi dan konsisten beribadah, sedangkan al-Haqiqah adalah terbukanya tabir penghalang antara hati sufi dengan Allah Swt musyahadah . 10. Ilmu al-Yaqin, Ain al-Yaqin, Haq al-Yaqin, adalah istilah berkaitan dengan ulum al-jaliyyah ilmu yang jelas. Yang pertama dengan syarat adanya dalil atau burhan, yang kedua karena dibuktikan dengan keterangan bayan, sedangkan yang ketiga dibuktikan secara langsung dengan mata kepala.23 lihat ar-Risalah, hal. 155 dan 157. Demikian beberapa istilah penting dalam ilmu tasawuf dari sekian banyak istilah yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu dalam tulisan ini. Untuk lebih memperdalam kajian tentang istilah-istilah ini, anda bisa merujuk langsung kepada ar-Risalah al-Qusyairiyyah dan kitab-kitab tasawuf lain yang telah penulis perkenalkan di atas. Sepintas tentang Beberapa Aliran Tarekat dan Para Tokohnya A. Definisi, Organisasi dan Spesifikasi Tarekat Mendefinisikan tarekat tentu saja tidak dapat dilepaskan dengan sejarah dan perkembangan tasawuf itu sendiri, karena pada hakekatnya ia lahir sebagai bentuk implementasi dari nilai dan ajaran tasawuf dan sebagai wadah bagi kalangan sufi untuk mengaktualisasikan kecenderungan tasawuf mereka. Oleh karenanya, para ulama tasawuf mengkategorikan tarekat sebagai “al-harakah al-amaliyah li at-tasawwuf al-Islami” atau gerakan aktualisasi tasawuf Islam. Dr. Amir an-Najjar menyatakan bahwa kata “at-thariq” sebagai sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab paling tidak mengandung dua pengertian istilah dalam perspektif tasawuf Islam. Pengertian Pertama, tarekat pada abad ketiga dan keempat hijriah berarti “metode atau manhaj untuk melatih jiwa agar menetapi prinsip-prinsip akhlak dan prilaku terpuji”. Pengertian Kedua, tarekat setelah abad kelima hijriah merupakan “seperangkat tatanan ritual kejiwaan yang dipergunakan oleh komunitas sufi tertentu dalam kerangka mencapai tataran kejiwaan tertinggi ma’rifat sekaligus menjalin ukhuwah Islamiyah”. Kemudian pada fase berikutnya mulai dikenal istilah bai’at, mursyid, naqib, khalifah dan sebagainya. Adapun organisasi tarekat meliputi 1. Murid 2. Khalifah 3. Khalifah al-Khulafa’ 4. Na’ib al-Bandar 5. Na’ib al-Markaz 6. Na’ib al-Muhafadzah 7. Syaikh Umum at-Tariqah.24 Lihat at-Thuruq as-Shufiyyah fi Mishr, Dr. Amir an-Najjar, hal. 20-21 Tarekat memiliki spesifikasi di antaranya 1. Dzikir 2. Sima’ sya’ir-syair pujian yang dinasyidkan 3. Hizib dan Wirid setiap tarekat biasanya memiliki hizib atau wirid tertentu yang menjadi ciri khasnya. 4. Mawalid mengadakan ritual peringatan kelahiran Keluarga Rasulullah Saw maupun para syuyukh tarekat tersebut.25 Lihat at-Thuruq as-Shufiyyah fi Mishr, hal. 24 B. Mengenal Beberapa Aliran Tarekat dan Tokohnya * Tarekat Rifa’iyyah Pendirinya adalah Ahmad ar-Rifa’i, seorang sufi yang lahir di desa “Hasan” atau lebih dikenal dengan nama “umm Ubaidah” di Irak pada tahun 512 H dan wafat pada tahun 578 H. Ar-Rifa’i dikenal sangat konsisten terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, tekun dalam beribadah, rendah hati, toleran dan sangat mencintai sesamanya. Pokok-pokok ajaran tarekat ini terdiri dari 5 hal, yaitu 1. Konsisten terhadap sunnah Rasulullah Saw. 2. Mengikuti prilaku para salaf shalihin. 3. Memakai pakaian sederhana, sebagai lambang kezuhudan terhadap dunia. 4. Siap menanggung beban penderitaan dan cobaan dari Allah Swt. 5. Memakai baju yang ada tambalan sebagai lambang kerendahan hati. Dzikir wajib yang berlaku dalam tarekat ini adalah kalimat tauhid dan shalawat yang dibaca rutin setiap setelah selesai shalat fardhu dengan jumlah sesuai kemampuan, yaitu 50 kali, 500 kali atau 2500 kali, dan bisa lebih dari itu. Salah satu ritual khas lain dari tarekat ini adalah ritual “Muharram”, yaitu menyepi dan memperbanyak dzikir pada tahun baru Islam tersebut selama 7 hari berturut-turut. * Tarekat Qadiriyyah Didirikan oleh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Janki al-Jailani w. 521 H. Nasabnya sampai kepada Sahabat Ali bin Abi Thalib Ra. Ia dikenal sebagai seorang yang sangat peduli terhadap masalah pendidikan dan dakwah. Majelis taklimnya dihadiri oleh banyak kalangan ulama dan fuqaha di Irak, tempat asal al-Jailani. Prinsip-prinsip ajaran tarekat ini di antaranya 1. Berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah. 2. Jujur dan benar. 3. Bersungguh-sungguh. 4. Berakhlaq mulia. Dzikir wajib dalam tarekat ini adalah kalimat tauhid, dan dibaca setiap setelah selesai shalat wajib sebanyak minimal 165 kali. * Tarekat Syadziliyah Pendirinya adalah Abu al-Hasan as-Syadzili, seorang sufi dari Maroko yang lahir pada tahun 593 H di desa “ghamarah” Maroko. Nasabnya sampai kepada Sahabat Ali bin Abi Thalib Ra. Tarekat ini memiliki cabang yang cukup banyak, terutama di negara-negara Afrika Utara, seperti Tunis , Aljazair dan Libia. Prinsip-prinsip ajaran tarekat ini terdiri dari lima hal 1. Bertaqwa kepada Allah Swt dalam kondisi sendirian maupun bersama orang lain. 2. Berpegang teguh kepada as-Sunnah, baik dalam ucapan maupun perbuatan. 3. Tidak terlalu bergantung kepada makhluk. 4. Ridha dengan sedikit maupun banyak. 5. Kembali kepada Allah Swt dalam keadaan senang maupun susah.26 Lihat at-Thuruq as-Shufiyyah fi Mishr, hal. 63 dan setelahnya. * Tarekat Naqsyabandiyyah Pendirinya adalah Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi al-Uwaisi al-Bukhari. Lahir di “Qashr al-Arifan”, sebuah desa dekat Bukhara pada tahun 717 H. Tarekat ini dalam berdzikir lebih mengedepankan cara sir atau tidak terdengar. Dzikir yang berlaku adalah kalimat tauhid dan shalawat serta melakukan khataman “khawajikan” atau membaca riwayat para guru. Dzikir “khawajikan” memiliki tata cara tersendiri, yaitu 1. Khudu’, khusyu dan hudhur. 2. Membaca surat al-Fatihah 7 kali. 3. Shalawat kepada Rasulullah Saw sebanyak 100 kali. 4. Membaca surat al-Insyirah 79 kali. 5. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali. 6. Membaca surat al-Fatihah yang kedua kali 7 kali. 7. Shalawat kepada Nabi Saw yang kedua kali 100 kali. Adapun prinsip-prinsip ajaran tarekat ini adalah Kesemprnaan iman. Kesempurnaan Islam. Kesempurnaan ihsan.27 lihat at-Tariqah an-Naqsyabandiyyah wa A’lamuha, Dr. Muhammad Ahmad Darniqah, dan setelahnya. Demikian pengenalan sepintas tentang beberapa tarekat yang memiliki pengikut dengan jumlah yang signifikan. Masih banyak tarekat lain yang tidak dapat penulis sebutkan dialam tulisan ini, karena bagaimanapun tulisan ini hanya bersifat pengantar. Apabila anda berminat untuk mengkaji tentang tarekat secara lebih detail, silahkan merujuk pada buku-buku tarekat yang cukup banyak beredar di Negeri Kinanah ini. Daftar Kepustakaan 1. al-A’lam, Khairuddin az-Zarkali, Dar al-Malayin, Beirut , cet. VII, 1984 2. Awarif al-ma’arif, as-Sahrawardi, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut , cet. I, 1999 3. Dirasah wa Tarjamah wa Ta’liq li “Kasf al-Mahjub” li al-Hujwairi, Dr. Is’ad Abdul Hadi Qandil, Majlis A’la li as-Syu’un al-Islamiyyah, Kairo, 2004 4. Fajr al-Islam, Ahmad Amin, Maktabah al-Usrah, Kairo, 2000 5. Ihya’ ulumuddin, al-Ghazali, Dar Mishr li at-Thiba’ah, Kairo, 1998 6. Ilmu at-tasawwuf, Dr. Muhammad Mustafa, Mathba’ah as-Sa’adah, Kairo, 1986 7. Mausu’ah a’lam al-fikr al-Islami, Majlis al-a’la li as-syu’un al-Islamiyah, Kairo, 2004 8. Qadhiyyah at-tasawwuf al-munqidz min ad-dhalal, Dr. Abdul Halim Mahmud, Dar al-Ma’arif, Kairo, cet. IV, 1998 9. Ar-Risalah al-Qusyairiyah, Abul Qasim Abdul Karim al-Qusyairi, Tahqiq Hani al-Haj, al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo, t. th. 10. Tahqiq ma lil hindi min maqulah, Abi ar-Raihan al-Biruni, al-Hai’ah al-Ammah li Qushur ats-Tsaqafah, Kairo, 2003 11. at-Tariqah an-Naqsyabandiyyah wa A’lamuha, Dr. Muhammad Ahmad Darniqah, Gros Bars, t. th. 12. at-Thuruq as-Shufiyyah fi Mishr, Dr. Amir an-Najjar, Dar al-Ma’arif, Kairo, t .th 13. al-Wafi bi al-wafiyat, Shalahuddin Khalil bin Abik as-Shafadi, Dar Shadir, Beirut , 1972 * Makalah ini disampaikan pada acara Workshop Telaah Literatur II Kerjasama FTL-PMIK-ICMI Orsat Kairo, Rabu, 23 agustus 2006. Penulis saat ini sedang menulis tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas al-Azhar, jurusan Dakwah dan Wawasan Keislaman. Dwi_Purnamasari manulife. com wrote Alhamdulillah ada yang mulai bahas.. Kebetulan saya buta sama sekali tentang ilmu tasawuf. Yang saya tahu ya cuma sekedar aliran ini beribadah bukan karena takut neraka dan berharap surga. Itu thok, tidak lebih dan tidak kurang. Ada beberapa kawan yang justru alergi dengan aliran ini, karena dianggap terlalu berlebihan. Sebenernya, aliran tasawuf itu bagaimana ya penjelasan ringkasnya? kalo googling terlalu banyak informasi, jadi bingung sendiri Jazakallah buat yang mau menerangkan wasalam -dwip- restiani ayuning cahya Sent by rezaervaniyahoogro 03/20/2008 0934 AM Please respond to rezaervaniyahoogro To rezaervaniyahoogro cc Subject [rezaervani] [OPINI] Seputar Tokoh Tasauf Wanita Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh… Pada kalangan tokoh-tokoh tasawuf sangat seorang wanita yang sangat dikenal dengan teori cintanya, yaitu Rabi’ah Al-Adawiyah. Diantara teorinya ialah pernyataan pernyataan bahwa Rabi’ah beribadah bukan karena ingin syurga ataupun karena takut siksa neraka. Dan teori ini dijadikan dasar oleh sebagian ahli tasawuf tentang Mahabbatullah. sehingga dari teori ini muncukl sebuah pemahaman bahwa beribadah kepada Allah disertai dengan harapan ingin mendapatkan syurga ataupun takut karena azab neraka dipandang tidak ikhlas. Saya pikir teori ini berlawanan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. tidak sedikit firman Allah dalam Al-Qur’an yang mengingatkan akan kenikmatan syurga dan begitu pula dengan ancaman-ancaman azab neraka. “Bergegaslah kamu untuk meraih ampun dari Rabb-Mu dan syurga yang luasnyaseluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yng bertaqwa”. QS. Al-Imran 133 “Hai orang-oranmg yang beriman selamatkan dirimu dan keluargamu dari apineraka.” QS. At-Tahrim 6 Rabi’ah Al-Adawiyah dikenal sebagai ahli ibadah, apa mungkin beliau mengeluarkan teori yang bertentangan dengan Al-Qur’an ? Saya ingin mengetahui lebih jelas tentang sumber teori itu ? dan apa riwayatnya bisa dipertanggung jawabkan ? karena ada dalam riwayat lain yang mengutip bahwa Rabi’ah sangat mengharap syurga dan sangat takut pada neraka. Abu Faraj termasuk salah seorang ulama yang banyak mengutip ungkapan Rabi’ah seperti yang disampaikan suaminya Ahmad bin Abil Hawari, dia berkata sewaktu Rabi’ah sedang merasa takut kepada-Nya “Bekalku sangat sedikit, aku tidak yakin akan sampai tujuan, apakah karena bekal ini aku menangis atau kareen perjalannaku yang masih sangat jauh. Ya Allah, tujuan hidupku apakah Engkau bakar aku dengan api, mana hasil rasa harapku dan mana hasil rasa takutku ?” Al-Ashbani juga mengutip ungkapan rabi’ah ketika mengekspresikan rasa cinta dan harapannya, ia menangis sambil terisak-isak, sambil berkata “Aku mencintai Engkau dengan dua cinta, pertama karena cinta yang muncul dari diriku. kedua, karena Engkau-lah sumber cinta. Yang pertama dengan sibuk mengingat-Mu hingga melupakan yang lain. yang kedua dengan penuh hrap agar terbuka hijab-Mu hingga aku melihat-Mu. Tiada bagiku suatu pujian dimanapun berada, karena hanya bagi-Mulah segala puji baik yang disini ataupun yang disana”. Dari kedua ungkapan ini pun dapat diketahui bahwa Rabi’ah pun menangis karena rasa takut akan siksa-Nya dan menangis penuh harap akan syurga-Nya. karena memang sudah sunnatullah- Nya ketika kita mencintai sesuatu, rasa Khauf dan raja’ pun akan selalu hadir di hati riwayat yang manakah yang memang lebih kuat ? Wallahu Alam Wassalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh Tasawuf tasawuf irfani. tarekat. tasawuf falsafat. sufi. taswawuf akhlaqi. 2 jelaskan menurut pengetahuan saudara yang berkenaan dengan pengertian tasawuf ditinjau dari segi bahasa dan istilah!!! 3. apa yang melatar belakangi muculnya tasawuf dalam dunia islam.!!! 4 dalam ilmu tasawuf ada istilah TAKHALLI, TAHALLI DAN TAJALLI, jelaskan
SOAL ILMU TASAWUFNama / NIM……………………………/………………………. PETUNJUK JAWABAN Bacalah secara teliti dan cermat sebelum anda menjawab setiap soal yang ada dihadapan anda. Untuk soal bagian A Multiple Coice, dijawab dengan memberilkan tanda silang X pada salah satu jawaban yang dianggap benart A, B, C, atau D di lembar jawaban. Untuk soal bagi B Isian, dijawab dengan melengkapi/mengisi setiap kalimat yang perlu/harus disempurnakan.. Untuk soal bagia C Pernyataan dan sebab, dijawab dengan memilih jawaban A, B, C, atau D sesuai dengan petunjuk berikut Pernyataan benar, sebab benar dan antara pernyaataan dengan sebab saling berhubungan. Pernyataan benar, sebab benar tetapi antara pernyataan dengan sebab tidak Saling berhubungan. Pernyataan benar sebab salah Pernyataan salan salah sebab benar. Untuk soal bagian D dijawab dengan menjodohkan antara setiap pernyataan Kode "angka" dengan salah satu jawaban yang tepat yang terdapat di samping pernyaataan dimaksud Kode "huruf". PILIHLAH SALAH SALAH SATU JAWABAN DI BAWAH INI YANG ANDA ANGGAP BENAR 1. Kata Tasawuf berasal dari Bahasa Arab berarti A. Suci B. Shaf C. Bulu domba D. semua benar 2. Kata Tasawuf berasal dari kata B. Shafa C. Shufuf D. Shafi 3. Ilmu tasawuf membahas tentang A. Jiwa benar D. Akhlak 4. Tasawuf dikenal sebagai suatu Ilmu lahir pada zaman A. Nabi B. Sahabat C. Tabi'in D. Khulafaurrasyidin 5. Secara konteks ajaran tashawwuf itu ada A. Dalam al-Qur-an B. Dalam al-Hadits C. A dan B. Benar D. Semua salah 6. Dalam studi ilmu tasawuf terdapat banyak orang yang di anggap sebagai Sufi, di bawah ini yang bukan termasuk kelompok sufi adalah A. Abu Yazid al-Bustami B. Rabi'ah al-Adawiyah C . Wasil bin Athak D. Zunnun al-Misri 7. Paham Hulul identik dengan faham Wujud B. Wahdatus Syuhud C. Ittihad D. Panteisme . 8. Tokoh tasawuf disebut dengan A. Shufi B. Shafi C. Shuffah 9. Kitab tasawuf karangan Imam al-Ghazali yang sangat terkenal adalah A. Tahafut al-Falasifah B. Tahafut at-Tahafut C. Risalah Qusyairiyah D. Ihya 'Ulumuddin . 10. Berikut ini tokoh tasawuf di Aceh, kecuali A. Abu Najib Suhrawardi B Abd. Rauf as-Singkili C. Syamsuddin as- Sumatrani D. Syeikh Mudawali al-Khalidi. 11. Memasuki lapangan Ilmu tasawuf harusl;ah terlebih dahulu mendalami ilmu A. Silat B. Syari'at D. Konsentrasi 12. Aliran tarikat yang berkembang sampai sekarang pada hakikatnya adalah elementasi dari ajaran tasawuf secara amaliyah praktis, di antara aliran yang tidak termasuk aliran tarikat berikut adalah A. Rifa'iyyah B. Syaziliyyah C. Syatariyah D. Jabariyah 13. Syekh Nuruddin ar-Raniry adalah penganut tarikat A. Naqsyabandiyah B. Rifaiyyah C. Shahrawardiyah D. Qadiriyah. 14. Maqam dalam ilmu tasawuf adalah nama A. Sebuah peringkat jabatan B. Sebuah perestasi C. Sebuah stasion D. Sebuah bentuk pengamalan. 15. Ahwal dalam konsep ajaran tasawuf A. Suatu keadaan batin yang dialami oleh sufi B. Suatu nama amal zikir sufi C. Suatu bai'at sufi D. Suatu target capaian sufi 16. Tujuan tarikat dan tasawuf adalah A. Membersihkan hati daalam berhubungan dengan Allah B. Membersihkan hati dari pengaruh materi C. Menyuburkan keyakinan beragama D. Semua benar. 17. Ajaran pokok Rabi'ah al-Adawiyah adalah A. Mahabbah B. Makrifah C. Hulul D. Istighatsah 18. Sejak awal masuknya Islam ke Daerah Aceh, aliran tariqat berjalan bersamaan dengannya. Ada beberapa aliran yang masih berkembang di Aceh hingga sekarang kecuali A. Tariqat Haddadiyah B. Tariqat Syatariyah C. Tariqat Naqsyabandiyah D. Tariqah Khazariyah 19. Untuk memahami tasawuf seseorang haruslah A. Sudah berkeluarga B. Sudah mapan ekonominya C. Sudah baik pemahamahan syari'ahnya D. Sudah sanggup bertapa. 20. Secara garis besarnya, aliran tasawuf dapat dibagi ke dalam di sifatnya A. Sunnah dan amaliah nabawiyah B. Sunni dan falsafi C. Sunni dan bid'i D. Sunnah shahabi dan tabi'i 21. Dalam ajaran tasawuf untuk melangkah menuju pensucian jiwa melalui A. Takalli, tahalli dan Tajajji. B. Tajalli, takhalli dan tahalli C. Tahalli, tajalli dan takhalli D. Semua benar. 22. Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi defenisi tasawuf menekankan kepada hal berikut, kecuali A. Ilmu Syari'ah B. Ilmu Thariqat C. Ilmu Haqiqat D. Ilmu Firasat 23. Ruang lingkup kajian tasawuf dilihat dari segi materi dan ilmiah antara lain, kecuali A. Astromi B. Metafisika C. Etika D. Psykologi 24. Tgk. Abdurrauf as-Singkili atau disebut Tgk. Syiah Kuala masa belajar di Timur tengah menerima ijazah tariqah Naqsyabandiyah dan Syatariyah. Setelah kembali ke Aceh ia mengembangkan A. Tariqah Naqsyabandiyah B. Tariqat Syatariyah C. A dan B. Salah E. Tariqat Samaniyah. 25. Kalimah tauhid dalam zikir tariqat adalah A. Lailaha Illa Allah B. Subhanallah C. Allah, Allah, Allah D. Istrighfar. 26. Tokoh tasawuf di Indonesia antara lain kecuali A. Hamzah Fansuri, B. Abd. Samad al-Falimbani C. Haris al-Muhasibi D. Sunan Kali Jaga 27. Ajaran tasawuf yang diajarkan oleh sufi-sufi di zaman dulu secara prinsipnya A. Bertentangan dengan syari'at B. Tidak cocok lagi dengan keadaan moderen sekarang C. Bagian dari pelaksanaan syari'at Islam D. Semua salah . 28. Mundurnya umat Islam di zaman informatika sekarang antara lain karena umat Islam terlalu gandrung dengan ajaran tasawuf, pernyataan itu A. Benar B. Salah C. Keduanya benar D. B dan C. Salah. 29. Melaksanakaan syari'at Islam secara benar sama dengan A. Mengamalkan tasawuf B. Meninggalkan ajaran tasawuf C. Mencampur adukkah ajaran berbeda D. Membuat tasawuf tidak murni lagi 30. Hamzah Fansuri terkenal ke seluruh pelosok dunia adalah karena A. Karya sastra tasawufnya B. Beliau sebagai ilmuan tidak mau menjadi pejabat C. Senantiasa berkelana sepanjang hidupnya D. Pengembang ilmu firasat ISILAH TITIK TITIK DI BAWAH INI SECARA BENAR Syeikh Abdurrauf adalah penetra dua paham yang bertentangan antara faham Hamzah Fansuri dengan oleh Nuruddin Ar-Raniry dalam faham ……… Zunnun al-Musri membawa faham ……………………. Kitab tasawuf 'Umdat al-Muhtajin adalah karangan ………….. Siyarus salikin kitab tasawuf yang popular dalam masyarakat Aceh hingga sekarang adalah karya …………………….. Abu Usman Kuta Krueng Pidie menganut tariqat ………………………….. Syekh Muda Wali al-Khalidi Labuhan Haji Aceh Selatan, pengembang tariqat …………………… Tokoh tasawuf dari Kalimantan …………………….. Salah seorang tokoh sufi yang dianggap menyipang oleh tokoh susi di zamannya dari Jawa adalah ………………. Dengan ilmu tasawuf seseorang mengetahui ……………….. Baca Juga > Sejarah Perkembangan Tasawuf Pada Abad 1 dan 2 Hijriyah
SOALILMU TASAWUF Nama / NIM/. PETUNJUK JAWABAN: Bacalah secara teliti dan cermat sebelum anda menjawab setiap soal yang ada dihadapan anda. Untuk soal bagian A (Multiple Coice), dijawab dengan memberilkan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang dianggap benart (A, B, C, atau D) di lembar jawaban. Tanya Bagaimana hukum masuk tarekat dan mengamalkannya? Jawab Jikalau yang dikehendaki masuk tarekat itu belajar membersihkan hati dari sifat-sifat yang rendah, dan menghiasi sifat-sifat yang dipuji maka hukumnya fardhu ain. Hal ini seperti Hadis Rasulullah saw, yang artinya “Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam laki-laki dan orang Islam perempuan”. Akan tetapi kalau yang dikehendaki masuk tarekat mu’tabarah itu khusus untuk zikir dan wirid, maka termasuk sunnah Rasulullah saw. Adapun mengamalkan zikir dan wirid setelah baiat, maka hukumnya wajib, untuk memenuhi janji. Tentang mentalqinkan mengajarkan zikir dan wirid kepada para murid, hukumnya sunnah. Karena sanad tarekat kepada Rasulullah saw, itu sanad yang sahih. وَتَعَلَّمَنْ عِلْمًا يُصَحِّحُ طَاعَةً، البيت Pelajarilah ilmu yang membuat sahnya ibadah, al-Adzkiyâ’. صَحَّتْ أَسَانِيْدُ الْأَوْلِيَاءِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ صَحَّ أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ دُلُّنِيْ عَلَى أَقْرَبِ طُرُقٍ إِلَى اللهِ وَأَسْهَلِهَا عَلَى عِبَادِهِ وَأَفْضَلِهَا عِنْدَ اللهِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَعَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مَنْ يَقُوْلُ اللهُ . إهـ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُوْلًا. الإسراء 34 إهـ المعارف المحمدية، صحيفة 81 Sanad para wali kepada Rasulullah saw. itu benar sahih, dan sahih pula Hadis bahwa Ali pernah bertanya kepada Nabi saw. Kata Ali, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan paling utama bagi Allah”. Rasulullah saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan Allah”. Dasar lainnya adalah firman Allah Swt. “Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggung jawabannya”. al-Isrâ’ 34, al-Ma`ârif al-Muhammadiyah, halaman 81. Murid Pindah Tarekat Tanya Apakah boleh seorang murid tarekat pindah dari satu tarekat kepada tarekat yang lain? Jawab Haram pindah dari satu tarekat kepada tarekat yang lain. Namun dapat dikatakan boleh pindah, apabila dia dapat menetapi kepada tarekat yang sudah dimasuki dan istiqamah tekun pada tuntunannya. وَمَنْ ظَفَرَ بِشَيْخٍ بِالْوَصْفِ الْأَوَّلِ أَوِ الثَّانِيْ فَحَرُمَ عَلَيْهِ عِنْدَهُمْ أَنْ يَتْرُكَهُ وَيَنْتَقِلَ إِلَى غَيْرِهِ Barangsiapa telah melaksanakan baiat kepada seorang mursyid, dan mampu melaksanakan isi baiatnya, dan telah mendapat pancaran rohani darinya dengan sifat yang pertama dan kedua, maka haram baginya – menurut mereka para ulama – meninggalkan mursyid tersebut dan beralih ke mursyid yang lain, al-Fatâwa Hadisiyah, halaman 50 اِعْلَمْ أَنَّ الطَّرَائِقَ الْمَأْثُوْرَةَ الْمَشْهُوْرَةَ الْمُعَنْعَنَةَ الْوَاصِلَةَ مِنَ السَّلَفِ إِلَى الْخَلَفِ كَالْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ، يَجُوْزُ الْاِنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلَى آخَرَ بِشَرْطِ الْوَفَاءِ فِيْمَا دَخَلَ فِيْهِ وَالْاِسْتِقَامَةِ بِآدَابِهِ Ketahuilah bahwa tarekat-tarekat yang ma’tsur, yang masyhur, yang sanadnya bersambung dari para guru tarekat terdahulu sampai belakangan adalah seperti empat madzhab dalam hal perpindahan dari satu madzhab ke madzhab yang lain. Boleh, namun dengan syarat bidang yang dimasuki oleh orang yang berpindah madzhab itu harus utuh dengan senantiasa menetapi tata kramanya Majmu’ al-Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman 114 Sumber
Tasawuf(Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi). Apakah pendapat-pendapat lain tentang ta'rif dan asal usul Tasawuf?
Sufi dan tasawuf adalah ungkapan yang sering kita dengar di kalangan masyarakat. Ramainya arus perkembangan thariqah di indonesia menjadi pendongkrak ramainya kajian tasawuf belakangan ini. Kondisi ekonomi dan sosial yang tak menentu membuat manusia rindu akan kedamaian dan kedekatan dengan Allah. Dan pada akhirnya menyusuri jalan sufi adalah solusi kegalauan hati kita bersama yang telah lama terpenjara oleh hawa nafsu. Sebuah pertanyaan muncul, bagaimanakah sejarah awal ditemukannya istilah sufi dan tasawuf? Untuk menjawab hal ini, kiranya kita harus meneliti berbagai manuskrip sejarah Islam. Menurut Dr. Muhammad Ahmad Salim dalam kitab Quthuf min Basathin at-Tasawuf, ada 3 pendapat mengenai asal-usul istilah tasawuf dalam Islam. Pertama, menurut as-Siraj ath-Thusi w. 378 H istilah sufi dan tasawuf sudah dikenal sejak zaman jahiliah dan zaman awal datangnya Islam. Sirajuddin at-Thusi dalam karyanya yang berjudul al-Luma’ mengatakan, “Menurutku pendapat yang unggul adalah istilah sufi sudah dikenal sejak abad pertama Islam”. Beliau mengambil dalil dari ucapan al-Hasan al-Bashri w. 110 H yang berguru kepada para sahabat Nabi, “Aku melihat seorang sufi sedang tawaf. Aku berikan dia hadiah, anehnya dia menolak seraya mengatakan Aku masih memiliki uang empat daniq daniq diambilkan dari bahasa Persia yang bermakna seperenam dirham perak’.” Menurut as-Siraj ath-Thusi, awal mulanya istilah sufi disematkan kepada orang-orang yang memiliki kemuliaan serta suka berbuat baik kepada sesama. Pendapat as-Siraj ath-Thusi juga didukung oleh Sufyan ats-Tsauri w. 161 H yang sependapat dengannya. Sufyan ats-Tsauri menukil ucapan Muhammad bin Ishaq bin Yasar w. 151 H, “Sebelum datangnya Islam, Makkah pernah sangat sepi dari peziarah, tidak ada satu pun manusia bertawaf di Masjidil Haram. Hingga suatu ketika datanglah seorang laki-laki sufi yang bertawaf di Masjidil Haram dan kemudian meninggalkan kota Makkah”. Menurut Sufyan ats-Tsauri, “Seandainya riwayat ini benar, maka hal ini menjadi bukti bahwa ungkapan sufi sudah dikenal jauh sebelum datangnya Islam”. Kedua, menurut Abu Qasim al-Qusyairi w. 465 H, Ibnu Khaldun w. 806 H dan as-Sahrawardi w. 330 H, istilah sufi dan tasawuf baru dikenal pada akhir abad kedua Hijriah. Abu Qasim al-Qusyairi mengatakan, para tokoh panutan kaum muslimin di zaman Rasulullah hanya diberikan gelar “ash-Shahabat”. Tidak ada gelar yang lebih tinggi dari gelar ini karena gelar “ash-Shahabat” bermakna para pendamping dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian, para panutan umat Islam pada generasi setelahnya diberikan gelar “at-tabi’in”. Umat Islam kala itu memandang gelar “at-tabi’in” para pengikut sebagai gelar yang sangat agung. Disusul kemudian, pada generasi selanjutnya muncullah gelar “tabi’ut tabi’in” para pengikut tabi’in”. Pada era selanjutnya, gelar yang disematkan lebih bermacam-macam seperti gelar “az-zahid” sang ahli zuhud dan gelar “al-ubbad” sang ahli ibadah. Bahkan, banyak kalangan sekte sesat dalam Islam yang juga menjuluki pemimpin mereka dengan gelar “az-zahid” sang ahli zuhud. Menyikapi hal ini, para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah memberikan gelar khusus kepada jalan orang-orang yang menjaga dirinya bersama Allah, menjaga hati mereka dari lupa kepada Allah dengan julukan “at-tasawwuf”. Julukan baru ini populer di kalangan pembesar Ahlussunnah wal Jama’ah pada akhir abad kedua hijriah. Lihat Abu Qasim al-Qusyairi, ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Beirut Dar al-Jiil, 2005, hal. 389. Ibnu Khaldun berpendapat, “Ilmu ini tasawuf adalah ilmu syariat yang baru dikenal dalam beragama. Pada dasarnya tasawuf bersumber dari ajaran para salaf dan pembesar dari kalangan para shahabat dan tabi’in yang menyusuri jalan kebenaran dan petunjuk Allah. Dasar ajaran tasawuf adalah menetapi ibadah dan berserah diri kepada Allah, menghindari gemerlapnya nafsu duniawi, menjaga diri dari terlena akan kenikmatan duniawi, harta dan pangkat derajat, serta menyepi dari makhluk demi meraih kenikmatan beribadah kepada Allah. Ajaran ini sudah sangat umum dijalankan oleh para shahabat dan para salaf. Pada akhir abad kedua Hijriah, ketika umat Islam telah terlena dalam masalah duniawi dan sibuk dengannya maka lahirlah gelar sufi dan tasawuf bagi orang-orang yang menetapi beribadah kepada Allah”. Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Kairo Maktabah Taufiqiyyah, 2009, hal. 517. Ketiga, menurut sebagian kalangan ulama istilah tasawuf baru dikenal setelah abad ketiga hijriah. Akan tetapi pendapat ini sangat lemah bila dibandingkan dengan argumentasi dua pendapat sebelumnya. Pendapat ini diutarakan oleh kalangan yang tidak terlalu menyukai ajaran tasawuf seperti Ibnu Taimiyyah dan sesamanya. Lihat Ibnu Taimiyyah, Risalah as-Shufiyyah wal Fuqara’, Kairo Dar al-Hadits, 1999, hal. 9. Walhasil, ajaran sufi dan tasawuf adalah ajaran untuk mengikuti jejak para ulama salaf yang bersumber dari ajaran para shahabat dan tabi’in. Menurut sejarah, ada lima pendapat paling masyhur mengenai asal kata “sufi” dan “tasawuf” yaitu Pertama, kata sufi dan tasawuf berasal dari kata “suuf” yang bermakna pakaian dari bulu domba. Para pengikut jalan sufi awalnya dikenal dengan pakai mereka yang terbuat dari bulu domba. Pakaian bulu domba ini menunjukkan gaya hidup para sufi yang sangat sederhana dan bersahaja. Ajaran mereka pun akhirnya dikenal dengan istilah tasawuf yang bermakna orang-orang yang memakai pakaian bulu domba. Kedua, kata sufi dan tasawuf berasal dari penisbatan gelar “ahlu suffah”. Hal ini dikarenakan para sufi awalnya dikenal sebagai golongan orang-orang yang memilih hidup sederhana dan fokus beribadah kepada Allah. Sehingga, gaya hidup mereka sering disamakan dengan para shahabat Nabi yang menetap di sekitar Masjid Nabawi yang juga dikenal dengan gelar “ahlu suffah”. Dari sinilah julukan sufi dan tasawuf berasal. Ketiga, kata sufi dan tasawuf berasal dari kata “ash-shafa” yang bermakna bersih. Ungkapan ini konon berdasarkan ucapan Bisyr bin Harits, “Seorang sufi adalah ia yang hatinya bersih karena Allah.” Sebagian ulama sufi juga mengatakan ,“Seorang sufi adalah ia yang bersih perangainya karena Allah hingga menjadi terpujilah martabat mereka.” Keempat, kata sufi dan tasawuf berasal dari penisbatan kepada seorang tokoh bernama al-Ghauts bin Murr yang dijuluki “suufah”. Konon, al-Ghauts bin Murr yang hidup sebelum masa Islam adalah seorang yang ahli beribadah kepada Allah dan selalu melayani kebutuhan para peziarah di Masjidil Haram. Kemudian, orang-orang pun menjuluki setiap orang yang ahli beribadah serta mengorbankan dirinya untuk melayani para peziarah di Masjidil Haram dengan sebutan “shufiyyah” merujuk pada julukan “suufah” yang dimiliki oleh al-Ghauts bin Murr. Kelima, kata sufi ddan tasawuf berasal dari bahasa Yunani “sophia” yang bermakna kebijaksanaan. Konon, kata sufi dan tasawuf memiliki makna yang sama dengan akar kata “filusuf” yang bermakna para pecinta kebijaksanaan. Pendapat ini diutarakan oleh al-Biruni, ia mengatakan, “Ada sebagian dari kalangan Yunani yang meyakini adanya wujud hakiki hanya untuk Tuhan, sedangkan selain Tuhan yang membutuhkan kepada proses penciptaan adalah tidak nyata. Dan ini adalah pendapat kaum “sophia” yang dikenal sebagai kalangan yang bijaksana. Lihat Muhammad al-Biruni, Tahqiq al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-Aql aw Mardzulah, Kairo Hai’ah al-Ammah lil Qushur ats-Tsaqafah, 2003, vol. 1, hal. 24. Muhammad Tholhah al Fayyadl, Mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo 8ncXldi.
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/13
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/81
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/176
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/365
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/1
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/382
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/396
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/11
  • 9s27mzdz0q.pages.dev/267
  • pertanyaan tentang ilmu tasawuf